PATI, Lingkarjateng.id – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) soal Corporate Sosial Responsibility (CSR) karena perbedaan pendapat soal penetapan persentase dana CSR hingga kini belum ditemukan kesepakatan.
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Pati, Irwanto membeberkan alasan pihak eksekutif tidak setuju adanya penetapan besaran persentase CSR dari laba perusahaan ini karena mengikuti kebijakan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng).
Saat ditemui pada Jumat, 20 Oktober 2023, Irwanto menegaskan jika pemerintah baik itu pihak eksekutif maupun legislatif tidak punya wewenang untuk mengatur besaran dana CSR yang harus dikeluarkan oleh tiap-tiap perusahaan. Hal ini lantaran setiap perusahaan sudah mempunyai kebijakan sendiri-sendiri terkait dana CSR tiap tahunnya.
“Rujukan kami, pemerintah provinsi juga tidak membebani angka. Bahkan ada beberapa daerah yang juga tidak memberikan besaran. Masalahnya memang kami tidak punya kewenangan masuk di swasta untuk menghitung laba perusahaan. Kami sendiri tidak mengetahui secara utuh. Paling kami dimintai saran, Pemda tidak punya kapasitas untuk masuk ke perusahaan. Memang ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan CSR, yang sudah ada pengaturan sendiri-sendiri,” tegasnya.
Menurut Irwanto, jika DPRD selaku inisiator tidak mewajibkan besaran dana CSR, maka payung hukum ini dapat segera disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Sebagai pihak yang juga turut terlibat dalam pembahasan Raperda CSR ini, Irwanto juga sependapat dengan Penjabat (Pj) Bupati Henggar Budi Anggoro bahwa campur tangan pemerintah dalam menentukan dana CSR bisa berpengaruh terhadap keran investasi di Bumi Mina Tani.
Pasalnya, dana CSR akan dianggap membebani keuangan suatu perusahaan, lantaran perusahaan juga harus mengurus hal-hal yang lain di luar CSR.
“Kalau ada besaran angka, ini kurang menarik bagi investor. Karena diawal itu mereka sudah memperhitungkan pajak, tenaga kerja, dan sebagainya,” imbuhnya.
Irwanto berharap, pihak legislatif bisa menyadari akan hal ini. Sehingga sesuai dengan waktu yang telah diharapkan bersama, Raperda CSR bisa disajikan diawal tahun 2024.
“Tentunya Raperda ini harus ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Tapi pimpinan kami berpedoman (tidak ada batasan), sehingga ini yang menyebabkan lamanya pembahasan Raperda CSR. Tanpa ada angkanya pun, sudah ada forum (dari perusahaan) untuk memberikan CSR,” tutup Irwanto.
Takut Ganggu Investasi, Pj Bupati Pati Tolak Setujui Batasan Dana CSR
Sebelumnya, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Pati menyatakan bahwa dana CSR perusahaan tidak masuk dalam proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kepala BPKAD Kabupaten Pati Sukardi mengatakan, tanggung jawab sosial perusahaan yang sampai saat ini aturannya masih dalam proses penggodokan Raperda tidak ada kaitannya dengan BPKAD. Hal tersebut dikarenakan CSR bukanlah milik pemerintah, melainkan milik perusahaan. Kemudian, lanjut dia, penggunaan dana CSR juga menjadi kewenangan pihak perusahaan itu sendiri.
“Tidak, CSR itu kan memang miliknya perusahaan. Jadi dia digunakan untuk apa itu memang terserah perusahaan,” ujar Sukardi saat ditemui di Ruang Pragola Setda Kabupaten Pati pada Kamis, 19 Oktober 2023.
Ia menegaskan, meskipun penggunaannya ada yang kerja sama dengan pihak pemerintah daerah (Pemda), tetap saja tidak masuk dalam PAD.
“Ada yang digunakan sendiri, ada yang kerja sama dengan Pemda,” tegasnya.
Selain itu, CSR yang hingga kini batasannya belum ditentukan, tidak dapat digolongkan sebagai pendapatan daerah.
Sementara itu, menurut Ketua Pansus Raperda CSR, M. Nur Sukarno menyebutkan jumlah CSR yang telah disalurkan lewat Pemkab Pati besarannya mencapai miliaran rupiah.
“PDAM, Bank Jateng, BPR, KSH, dan PDAM itu besarannya Rp 3 miliar. Kalau swasta dimasukkan juga mungkin bisa Rp 10 miliar. Bank Jateng aturannya 3% besarannya Rp 1,94 miliar, PDAM 2% besarannya Rp 90 juta, Bank Daerah 3% besarannya Rp 250 juta, BKK 3% besarannya Rp 213 juta,” papar Ketua Pansus Perda CSR yang juga Anggota Komisi B ini.
Untuk diketahui, pembahasan soal Raperda CSR ini tersendat akibat tidak adanya titik temu antara Legislatif dan Eksekutif terkait penetapan batasan persentase CSR dari Laba Bersih Perusahaan.
Di saat Legislatif ingin ada batasan persentase dari laba bersih untuk memudahkan kepastian jumlah CSR yang disalurkan, malah pihak Pemkab Pati tidak sepakat dengan batasan persentase tersebut dengan dalih Perusahaan keberatan dan dapat menghambat investasi. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)