SALATIGA, Lingkarjateng.id — Sejumlah sopir truk di Salatiga mengeluhkan rencana penerapan penuh kebijakan zero ODOL (Over Dimension Over Load) pada tahun 2027. Mereka mengaku keberatan karena belum ada solusi konkret yang berpihak pada nasib sopir maupun pemilik angkutan barang kecil-menengah.
Kebijakan zero ODOL merupakan program nasional yang akan melarang seluruh kendaraan barang yang kelebihan muatan dan dimensi untuk beroperasi di jalan raya. Rencana ini akan diberlakukan secara menyeluruh mulai 1 Januari 2027 oleh Kementerian Perhubungan.
Para sopir berharap pemerintah tidak hanya menindak tegas pelanggaran ODOL, tetapi juga memberikan waktu transisi yang realistis serta dukungan konkret agar mereka tidak kehilangan pekerjaan akibat aturan baru tersebut.
Demo Aturan ODOL, Puluhan Sopir Truk Blokade Exit Tol Salatiga dan Simpang 4 Tingkir
Sutrisno (45), sopir truk asal Argomulyo, menyebut bahwa aturan zero ODOL seharusnya tidak diterapkan secara kaku tanpa memperhatikan dampaknya terhadap pengemudi dan industri angkutan rakyat.
“Kami ini hanya cari makan. Kadang, muatan lebih itu karena permintaan dari pemilik barang. Kalau semua dibatasi dan truk kami harus dipotong (dimensi), kami rugi. Harga potong bodi mahal, muatan berkurang, tapi upah tetap segitu,” ungkapnya, Rabu, 6 Agustus 2025.
Hal senada disampaikan Imam, sopir truk ekspedisi antarkota yang biasa melintas rute Solo–Semarang via Salatiga. Ia menilai pemerintah kurang siap dari sisi infrastruktur dan belum memberikan insentif bagi pelaku usaha angkutan untuk menyesuaikan armadanya.
“Kalau aturannya tegas, pemerintah juga harus tegas bantu sopir dan pengusaha kecil. Jangan hanya bilang dilarang ODOL tapi enggak kasih solusi. Kredit kendaraan baru mahal, sedangkan pendapatan enggak sebanding,” ucapnya.
Jurnalis: Angga Rosa
Editor: Ulfa

































