PATI, Lingkarjateng.id – Tri Haryumi selaku Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin, Dinas Sosial Kabupaten Pati (Dinsos Pati) mengungkapkan bahwa, penerima bantuan sosial (bansos) diharapkan benar-benar orang yang tidak mampu atau pra sejahtera. Sebab beberapa waktu terakhir, ia mengungkap terdapat permasalahan terkait dengan pencairan bantuan sosial di antaranya bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan lainnya.
“Ada yang bansosnya tidak cair selama satu bulan, dua bulan, ada juga yang sampai satu tahun. Itu tolong masyarakat atau Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bisa proaktif untuk melakukan pelaporan ke Dinas Sosial atau ke pendamping PKH. Nanti bisa di periksa apa penyakitnya kok tidak cair. Jadi KPM itu jangan diam saja,” tegasnya belum lama ini.
Sementara dari pengamatannya, terdapat beberapa sebab yang mengakibatkan bantuan sosial tersebut tidak cair. Di antaranya, Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada e-KTP dengan buku tabungan yang tidak sesuai. Selain itu, ada juga penemuan akibat belum mengaktifkan NIK ke pusat.
Ormas Mantra Gelar Audiensi dengan Dinsos Pati terkait Pelayanan JKN dan Bansos
“Penyebab tidak cair itu bisa jadi ada kesalahan buku tabungan, NIK itu harus sama dengan NIK yang ada di e-KTP, KK sama kartunya. Lalu ada juga yang karena NIK belum mengaktifkan ke pusat. Jadi, waktu dinaikkan ke atas itu diturunkan lagi karena belum diaktifkan. Oleh karena itu, harus diaktifkan dulu ke kecamatan,” jelasnya.
Meskipun demikian, pihaknya berharap agar penerima bansos tersebut dapat berkurang. Ia mengimbau kepada masyarakat yang merasa sudah mampu untuk mengundurkan diri dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Sebab, ia menilai telah banyak masyarakat penerima bansos yang telah mampu, namun belum ada kesadaran untuk mengundurkan diri. Ia pun meminta kepada Pemerintah Desa agar dapat berperan dalam memperbaiki data KPM yang sudah dinyatakan tak layak mendapatkan bantuan sosial.
“Peran Kepala Desa sangat penting untuk perbaikan data, karena perubahan data itu harus dilakukan musdes (musyawarah desa) dengan pihak RT, RW, kemudian ada BPD dan juga Kepala Desa dan pendamping PKH. Nanti sama-sama musyawarah, menilai mana warga yang sudah mampu dan harus diganti. Jadi saudara kita yang memang belum mampu bisa masuk ke DTKS, sedangkan yang sudah mampu bisa dengan sadar untuk keluar,” pungkasnya. (Lingkar Network | Ika Tamara Dewi – Koran Lingkar)