JAKARTA, Lingkarjateng.id – Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan surat edaran (SE) pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan tahun 2023 pada Senin, 27 Maret 2023.
Dalam SE Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 yang dutujukan kepada para gubernur se-Indonesia itu disebutkan pembayaran THR 2023 kepada pekerja atau buruh paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah dalam konferensi pers pada Selasa, 28 Maret 2023 mengimbau agar THR 2023 dibayarkan secara penuh.
“THR keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Mengimbau kepada perusahaan membayar THR keagamaan lebih awal sebelum jatuh tempo,” ujarnya.
Ia mengemukakan, perayaan hari raya keagamaan telah menjadi kebiasaan bagi bangsa Indonesia untuk merayakannya bersama keluarga, teman, dan handai taulan.
“Sebagai contoh, Idul Fitri sebentar lagi akan dirayakan oleh umat Islam yang juga dijadikan sebagai momentum pertemuan keluarga besar umat lainnya,” katanya.
Dalam rangka menyambut hari raya keagamaan, ia menyampaikan, tentunya akan ada kebutuhan yang lebih banyak dari hari-hari biasanya, belum lagi terdapat kenaikan beberapa harga bahan pokok.
“Berkaitan dengan hal tersebut dan sebagaimana telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya kita mengeluarkan kebijakan THR. THR ini dimaksudkan untuk membantu memenuhi kebutuhan pekerja atau buruh dan keluarganya dalam menyambut hari raya keagamaan,” tuturnya.
Ketentuan Pembayaran THR
Lebih lanjut, Ida menjelaskan bahwa THR keagamaan diberikan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), termasuk pekerja atau buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara bagi pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 12 bulan terus menerus atau lebih, maka THR akan diberikan sebesar satu bulan upah. Sedangkan bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional, yakni masa kerja dikalikan 1 bulan upah dibagi 12.
Terkait ketentuan mengenai besaran THR itu, Ida mengatakan, dimungkinkan perusahaan memberikan THR yang lebih baik dari peraturan perundang-undangan.
Dalam Permenaker 6/2016 diatur bahwa bagi perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan tersebut telah mengatur besaran THR yang lebih baik dari ketentuan peraturan perundang-undangan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh tersebut sesuai dengan PK, PP, PKB, atau kebiasaan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Menaker Ida juga mengutarakan bahwa bagi perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana diatur dalam Permenaker 5/2023 maka perusahaan tetap wajib membayar THR Keagamaan.
“Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan THR adalah nilai upah terakhir sebelum dilakukannya penyesuaian upah tersebut,” sambungnya.
Dalam rangka memastikan pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan 2023, ia meminta kepada para gubernur dan jajarannya untuk mengupayakan agar perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR Keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Lingkar Network | Anta – Lingkarjateng.id)