PATI, Lingkarjateng.id – Desa Wotan adalah satu-satunya desa di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati yang bakal terdampak proyek pembangunan Jalan Tol Demak-Tuban.
Kepala Desa (Kades) Wotan, Madekur meminta kepada pihak terkait yakni dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pati untuk benar-benar memperhatikan dan menganalisis dampak lingkungan jalan tol tersebut.
Bukan tanpa alasan, melainkan salah satu bahan baku atau material pembangunan jalan tol tersebut adalah batu grosok atau tanah kapur yang diambil dari Pegunungan Kendeng. Terlebih letak geografis Desa Wotan yang sebagian adalah wilayah Pegunungan Kendeng.
“AMDAL ini harus tetap ada. Karena apa? Dengan adanya jalan tol ini, nantinya untuk pengerasan jalan pasti menggunakan batu grosok. Padahal, untuk wilayah Kendeng utamanya pasti diambil dari sana. Meski yang terdekat kami (dari) Kendeng untuk pengambilan batunya,” ujar Madekur saat menyampaikan pendapatnya dalam konsultasi publik studi AMDAL yang digelar oleh DLH Pati pada beberapa waktu lalu.
Sebagai Pemerintah Desa (Pemdes) Wotan yang mewakili seluruh Kades dari desa yang akan terdampak pembangunan Jalan Tol Demak-Tuban, dirinya meminta sebelum pembangunan Jalan Tol Demak-Tuban tersebut dibuatkan terlebih dahulu Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara pihak terkait dengan Pemerintah Desa (Pemdes) yang terdampak Jalan Tol Demak-Tuban.
Dengan adanya MoU tersebut, Madekur berharap ada tanggung jawab dari pihak penggarap dan dinas terkait jika nantinya ada kerusakan jalan desa atau hal lain yang tak diinginkan.
“Harus ada MOU dengan desa yang dilalui proyek jalan tol. Jangan ketika jalan rusak lalu dibiarkan begitu saja. Mohon ketika proyek ini berjalan, sebelumnya sudah ada MOU sama desa yang dilalui proyek jalan tol,” tambahnya.
DLH Pati Gelar Konsultasi Publik Studi AMDAL Pembangunan Jalan Tol Demak-Tuban
Keinginan Kades Wotan ini bukan tanpa alasan. Sebab, pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak yang materialnya batu grosok, diambil dari Pegunungan Kendeng dan berakibat pada rusaknya jalan desa.
“Desa Wotan ini banyak dilalui proyek jalan tol, seperti yang kemarin di Demak. Tapi, setelah rusak ditinggal begitu saja. Padahal, kami punya tanggung jawab dengan warga. Ini sekarang alternatif ke Demak saja lewat Wotan,” keluhnya.
Selain mengeluhkan kondisi jalan desanya, Madekur juga mengeluhkan rusaknya Jalan Sukolilo-Prawoto. Sebagai Kades, dirinya tak ingin apa sudah terjadi saat ini terulang kembali saat pembangunan Jalan Tol Demak-Tuban.
“Contohnya Jalan Sukolilo-Prawoto, sekarang hampir 80% rusak berat. Tapi mana tanggung jawab dari pemerintah pusat? Tidak ada. Sedangkan pemerintah kami, bisanya bilang dananya kurang,” tambahnya.
Akibat rusaknya jalan tersebut, dirinya mengaku memerlukan waktu selama 15 menit untuk sampai ke Desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo dan lebih lama jika dibandingkan ke Pati Kota yang secara geografis lebih jauh.
“Harusnya ke Prawoto itu hanya 15 menit, sekarang itu sama ke Pati lebih jauh Prawoto. Kebetulan desa kami itu kena dampak jalan tol,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ir. Supriyadi selaku ketua Tim AMDAL dari pusat akan berusaha mengurangi dampak negatif dari pembangunan jalan tol, yang salah satunya mengambil material yang memang sudah mendapatkan izin dari pihak terkait.
“Dalam tim AMDAL hanya menyarankan itu materialnya diambil dari yang berizin lingkungan, itu yang kita ingatkan dari awal,” ujar Supriyadi. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)