PATI, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati melalui Dinas Pemberdayan Masyarakat Desa (Dispermades) akhirnya menanggapi dugaan intimidasi yang dilakukan oleh oknum perangkat desa terhadap warga Sukolilo yang memprotes keberadaan tambang galian c ilegal.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dispermades Kabupaten Pati, Tri Hariyama, mengatakan bahwa pihaknya akan mengecek dugaan intimidasi yang dilakukan oknum perangkat desa di Kecamatan Sukolilo terkait tambang galian c ilegal.
“Nanti saya mau mengklarifikasi kebenarannya,” katanya di Pati saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Selasa, 15 April 2025.
Sebelumnya, warga terdampak aktivitas penambangan galian c ilegal di Desa Kedungwinong diduga mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan dari oknum perangkat desa setempat.
Hal itu disampaikan oleh salah seorang warga Sukolilo yang tergabung dalam wadah Sukolilo Bangkit, Selamet Riyanto, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Jumat, 11 April 2025.
“Ini membuat petani dirugikan, di sisi lain kami sangat prihatin bahwa ada beberapa perangkat desa atau oknum yang melakukan intimidasi terhadap pihak yang punya lahan,” jelasnya.
Selamat menyebut oknum perangkat desa menakuti-nakuti warga agar tidak melakukan protes dengan aktivitas tambang galian c ilegal. Selain ditakut-takuti, warga juga dihina sebagai manusia dengan sumber daya rendah.
“Artinya warga disuruh diam. Ga usah minta bantuan orang lain dikarenakan sumber daya manusia (SDM) rendah,” ujarnya.
Selamet mengeluhkan dampak negatif yang dirasakan warga dari aktivitas pertambangan ilegal tersebut, mulai dari kekeringan saat musim kemarau, debu beterbangan di jalanan, truk tambang dengan muatan over kapasitas, hingga jalan rusak.
“Dulu jalan tani terputus dikarenakan ada tambang. Ini baru mau diajukan ke pemkab untuk jalan tani. Setelah longsor,” katanya.
Selamet mengaku bahwa dirinya bersama warga sudah berupaya mengadu ke pemerintah desa agar masalah yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang ilegal tersebut diselesaikan. Namun, respons yang pihaknya dapatkan tidak sesuai yang diinginkan.
“Terus warga ke rumah kepala desa. Jawaban dari kepala desa normatif. Karena semua kebijakan pemkab,” tandasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)