REMBANG, Lingkarjateng.id – Para pengusaha angkutan di Kabupaten Rembang merasa keberatan dengan sejumlah peraturan soal kepemilikan angkutan. Mereka yang mayoritas berasal dari Kecamatan Lasem mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Rembang untuk menyampaikan aspirasi.
Pertama, tentang surat rekomendasi untuk keperluan perpanjangan STNK. Semula 5 tahun sekali, tetapi sekarang menjadi setahun sekali. Itu pun harus diurus ke Semarang, sehingga memakan waktu, biaya dan juga tenaga.
Kedua, tentang perbedaan pajak angkutan barang di Jawa Tengah dengan provinsi lain, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur. Hal itu turut dipertanyakan apa penyebabnya.
Seorang pengusaha angkutan, Heru Karyanto, mengatakan bahwa dari dulu pihaknya menanggung banyak aturan, seolah-olah seperti menjadi sapi perah.
“Saya punya trailer, BBN Rembang dipajeki Rp 1 Juta per tahun, di Surabaya, Jakarta nggak ada. Kalau truk saya 20, sudah rugi Rp 20 Juta per tahun, bagaimana saya mau maju. Coba kalau bapak dibegitukan, rasanya kayak apa, “ tuturnya.
Heru menyebut tak heran truk barang yang melintas di jalur Pantura, rata-rata berplat L (Surabaya), B (Jakarta) dan D (Bandung).
“Mengapa begitu, karena pengusahanya (di sini) tidak didukung. Coba dicek saja, “ ucapnya.
Oleh karena itu ia mendesak pemerintah untuk tidak membuat peraturan tanpa pertimbangan, karena dampaknya akan meluas, termasuk kepada kalangan sopir. Apalagi di wilayah Kabupaten Rembang, banyak warga yang bekerja sebagai sopir.
“Ini bukan untuk kepentingan saya, tapi kepentingan Rembang khususnya, Jawa Tengah pada umumnya, “ bebernya.
Terkait hal itu, Wakil Ketua DPRD Rembang, Ridwan, berpendapat surat rekomendasi dari instansi terkait setahun sekali untuk perpanjangan STNK akan memberatkan pengusaha angkutan.
Ia setuju apabila dikembalikan seperti ketentuan semula, pengurusan surat rekomendasi lima tahun sekali.
“Pengusaha angkutan, ya, bilang kalau perlu tidak ada surat rekomendasi. Bayar pajak tahunan, sudah selesai. Tapi kalau memang tetap diperlukan, mintanya lima tahun sekali. Setahun sekali moro Semarang, keberatan. Syukur lagi ndak usah ke Semarang, tapi bisa diurus di Rembang,” tuturnya.
Khusus masalah ini, Ridwan menerima informasi sudah ada rancangan perubahan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Penyelenggaraan Perhubungan. Ia berharap desakan dari pengusaha angkutan dapat diakomodir, sehingga tidak terlalu membebani mereka.
“Kalau sampai dua Minggu kedepan belum ada perubahan apa-apa, maka kami dari DPRD akan ke Semarang untuk menghadap Pak Gubernur. Poinnya, tuntutan pengusaha angkutan bisa dikabulkan, agar tidak terlalu berat beban rakyat ini,” ucapnya.
Sedangkan terkait pajak angkutan yang lebih tinggi dari daerah lain, menurutnya hal itu masuk kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Ia sempat berkomunikasi melalui pesan WhatsApp dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Hasilnya, aspirasi masyarakat akan ditelaah terlebih dahulu di tingkat provinsi.
“Kalau Jatim, Jabar informasi dari pengusaha cuma 10 persen, kenapa Rembang lebih tinggi di angka 12 persen. Pengusaha minta mbok ora usah aneh-aneh, cukup kono piro, kene piro, syukur luwih ngisor. DPRD pasti akan backup dua masalah ini sampai clear di level provinsi. Saya juga sudah WA Gubernur, akan ditelaah katanya,” terangnya.
Dirinya menekankan masalah ini tidak hanya wewenang Pemprov Jateng, tetapi juga melibatkan unsur kepolisian. Oleh sebab itu, ia meminta kepada pengusaha angkutan untuk bersabar, sambil menunggu perkembangan lebih lanjut.
“Pihak-pihak terkait di tingkat provinsi juga akan menggelar rapat, setelah ada usulan dari Rembang. Keputusannya seperti apa, nanti kita pantau bersama,” pungkasnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Koran Lingkar)