SEMARANG, Lingkarjateng.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah (Jateng) mendorong keterwakilan 30% perempuan dalam parlemen. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Jateng, Ferry Wawan Cahyono saat menjadi narasumber dalam acara “Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Proses Pengambilan Keputusan” yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah di Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (21/3).
Acara yang dimoderatori oleh anggota Komisi C DPRD Jateng Padmasari Mestikajati itu juga telah menghadirkan Wakil Ketua DPRD Jateng Sukirman dan Heri Pudyatmoko sebagai narasumber.
“Kami sebagai unsur pimpinan ini, berharap keterwakilan perempuan bisa 30%. Periode sekarang ini baru 20%,” katanya.
Adapun saat ini, jumlah seluruh anggota perempuan di DPRD Jateng Fraksi PDIP sejumlah 11 orang, PKB 5 orang, Gerindra 1 orang, Golkar 2 orang, PKS 1 orang, PPP 3 orang, PAN 1 orang dan Demokrat 1 orang.
DPRD Jateng Minta Gencarkan Vaksinasi Booster
Anggota Fraksi Golkar DPRD Jateng itu menambahkan, antara laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam dunia politik. Siapa pun berkesempatan untuk menduduki posisi strategis di negara ini. Baik sebagai kepala desa, bupati, gubernur, maupun presiden.
Senada diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Sukirman, dirinya menyoroti pendidikan politik bagi perempuan. Setidaknya perempuan harus melek politik. Tidak alergi dengan politik dan harus peduli dengan politik, karena kebijakan politik juga sering merugikan perempuan.
“Jangan kemudian meninggalkan politik. Nanti tidak punya daya pengaruh untuk memengaruhi kebijakan politik,” ungkapnya.
Anggota Fraksi PKB DPRD Jateng itu menambahkan, ruangnya sudah terbuka dengan adanya kuota 30% untuk perempuan di parlemen. Bahkan, ada sistem penomoran calon anggota legislatif yang mengedepankan perempuan.
Kelola Aset Daerah, DPRD Jateng Harapkan Diorama Kearsipan
Namun, ketika sistem ini sudah diberlakukan, justru ada ketidaksiapan dalam kaderisasi perempuan.
“Diperlukan sosialisasi tiada henti untuk keterlibatan politik di dalam legislatif,” sambungnya.
Sementara itu, Heri Pudyatmoko menuturkan fenomena politik dan pemerintahan saat ini diakuinya masih bersifat maskulin dan dibangun dari pemikiran yang dipengaruhi oleh budaya patriarki. Akhirnya, menyebabkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara laki-laki dan perempuan.
“Selain itu juga, perlu membangun budaya politik tanpa diskriminasi. Salah satunya meningkatkan forum-forum pendidikan politik utamanya bagi perempuan untuk memberikan motivasi bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam berpolitik. Perlu ada pemahaman bahwa keterwakilan perempuan sangat berakselerasi dengan pemahaman akan kebutuhan dan kepentingan perempuan. Dan siapa yang dapat menyuarakannya adalah perempuan sendiri,” tegasnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar)