Lingkarjateng.id – Akhir-akhir ini banyak kekerasan yang berujung pada kasus pembunuhan. Mulai dari kekerasan di lingkungan kampus hingga keluarga.
Salah satu berita terkini, seorang mahasiswa bernama Aldo Simei (21) harus terjerat kasus hukum setelah menusuk pacarnya hingga tewas di sebuah kos karena cemburu buta. Akhirnya Aldo mengakui perbuatannya dan menyerahkan diri ke kepolisian.
Menanggapi fenomena tersebut, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Agustin Handayani menjelaskan soal bahaya dating violence, yakni penggunaan atau ancaman berupa kekuatan fisik atau pengekangan yang dilakukan dengan maksud menyakiti orang lain dalam suatu hubungan asmara.
Mengutip pendapat David A. Wolfe et al. (2001), Agustin menyebutkan ada beberapa dimensi dalam sebuah kekerasan, yaitu kekerasan fisik, contohnya memukul dan mendorong. Kekerasan seksual, contohnya mencium dan menyentuh secara paksa atau tanpa persetujuan. Kekerasan relasional, seperti mengontrol hubungan sosial pertemanan. Kekerasan verbal dan emosional, seperti menyalahkan dan membuat pasangan marah dengan tujuan untuk melukai pasangan secara psikologis dan mengancam dengan tatapan dan perkataan.
“Perbedaan motivasi antara laki-laki dan perempuan yang sedang menjalin hubungan berpacaran menyebabkan terjadinya dating violence. Laki-laki melakukan dating violence untuk mengontrol pasangannya. Sedangkan perempuan melakukannya sebagai self defense,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan alasan utama melakukan dating violence bagi laki-laki dan perempuan adalah karena marah. Selain perasaan marah, alasan dan pembenaran dalam melakukan tindak kekerasan karena adanya faktor kecemburuan.
Pasangan menggunakan perasaan cemburu untuk mendapatkan hak agar dapat melakukan berbagai bentuk perilaku posesif, melakukan fungsi kontrol yang berlebihan dan cenderung membatasi aktivitas pasangannya.
Ia menambahkan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kekerasan pada hubungan berpacaran yaitu faktor individu, pengalaman kekerasan dalam keluarga, penggunaan alkohol, faktor dalam hubungan, faktor komunitas, dan gangguan kepribadian.
Selain itu dating violence bisa saja terjadi disebabkan karena beberapa keadaan. Faktor primer yang mengundang individu jadi pelaku kekerasan pada hubungan berpacaran yaitu terbatasnya kemampuan mengendalikan amarah, antisocial personality, sifat personalitas yang ada di bawah rata-rata normal, adanya pengaruh minuman keras, rasa cemburu, pengalaman sebagai korban kekerasan di masa lalu, keadaan hidup yang penuh dengan tekanan, terbatasnya keterampilan komunikasi, mempunyai pandang negatif pada pasangan, dan rasa ingin menguasai dalam hubungan.
Sebagai Dosen Psikolog, menurutnya kampus bisa memberikan edukasi dan literasi terkait kekerasan dalam berpacaran yang hal ini dapat dituangkan atau disampaikan saat mahasiswa masuk menjadi mahasiswa baru dan dapat dituangkan dalam kurikulum.
Tentunya peran ini tidak hanya tugas kampus untuk terus menyosialisasikan, tetapi siapa pun bisa berperan dan memberikan andil sesuai dengan kapasitas dan kemampuan diri masing-masing untuk terus berjuang dalam mencegah dan mengurangi kekerasan dalam berpacaran.
“Harapannya, ke depan bagi keluarga korban kekerasan dalam berpacaran dapat lebih meningkatkan kedekatan dan komunikasi dengan korban, serta bagi masyarakat bisa lebih berkontribusi dalam mencegah kekerasan pada teman. Khususnya kekerasan dalam berpacaran dan dapat mengadukan atau melaporkan jika menjumpai kekerasan tersebut kepada dinas layanan terpadu terkait di hotline sahabat perempuan dan anak,” pungkasnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul – Lingkarjateng.id)