REMBANG, Lingkarjateng.id – Dalam rangka percepatan penurunan stunting sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang bersama dengan BKKBN Jawa Tengah menggelar Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut (RTL) Audit Kasus Stunting (AKS) di tingkat kabupaten baru-baru ini.
Kegiatan tersebut menjadi bagian penting dalam mengambil langkah untuk percepatan penurunan kasus stunting agar lebih efektif. Apalagi dipastikan muncul dinamika dan permasalahan. Sehingga diperlukan audit kasus stunting secara berkala agar mendapat RTL yang tepat dan komprehensif.
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Dinsos PPKB Rembang, Endang Hersus Dedikawati menyampaikan berdasarkan hasil verifikasi dan validasi (verval) data indikasi Keluarga Berisiko Stunting (KRS), diperoleh data kategori KRS sebanyak 24.713 atau sebesar 28,95 persen dan data kategori tidak KRS sebanyak 60.652 atau sebesar 71,05 persen.
Pendataan Keluarga (PK) 21 itu berdasarkan pendataan yang dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September tahun 2022. Pendataan dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) dengan jumlah sampel keluarga sasaran sebesar 86.365 KRS.
Verval indikasi keluarga risiko stunting dibagi menjadi 2 kategori sasaran. Untuk kategori sasaran keluarga berisiko stunting tertinggi ada di 3 Kecamatan yakni, Sarang, Sale dan Sumber. Sedangkan untuk kategori sasaran keluarga berisiko stunting terendah ada di 4 kecamatan meliputi Kaliori, Pancur, Lasem dan Rembang.
Dari jumlah sampel keluarga sebanyak 86.365 KRS, lanjut dia, ada 2.173 ibu hamil yang menjadi sasaran pendampingan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK). Dari jumlah tersebut sebanyak 1.145 ibu hamil yang dinyatakan kondisinya sehat.
“Yang berisiko stunting itu ada yang karena kekurangan gizi kronis, jadi terlihat dia kurang gizi. Kemudian lingkar lengannya kurang itu sejumlah 904. Sementara yang terpapar rokok mungkin dari suaminya sebanyak 35 dan yang memiliki penyakit penyerta ada 89 ibu hamil,” imbuhnya.
Sementara untuk ibu nifas, jumlahnya ada 478 orang. Untuk ibu nifas ini arahnya disarankan untuk menjalankan program keluarga berencana (KB). Dengan harapan tidak cepat memiliki anak lagi dan anak yang dilahirkan bisa terawat dengan baik.
“Terkadang ibu yang memiliki anak dengan jarak waktu yang pendek biasanya perhatian kepada anaknya terbagi. Sehingga asupan gizinya juga terkadang terabaikan hingga menyebabkan stunting,” jelasnya.
Selanjutnya ada 2.606 baduta dan balita yang menjadi sasaran pendampingan. Dari jumlah tersebut penderita stunting paling banyak berada pada usia 2 tahun kebawah.
“Untuk usia 3,4,5 tahun itu sedikit yang menderita stunting,” imbuhnya.
Kemudian juga dilakukan pendampingan 174 remaja laki-laki calon pengantin (catin). Dari jumlah tersebut yang masuk dalam kategori baik atau tidak terpapar rokok dan usianya ideal untuk menikah sebanyak 34 orang.
“Kalau ideal untuk menikah itu laki-laki harus diatas 25 tahun. Karena banyak faktor seperti dia sudah bekerja, biasanya psikis lebih bagus,” terangnya.
Untuk catin perempuan dari jumlah 232 orang yang didampingi TPK, yang dianggap memenuhi standar berjumlah 51 orang. Sisanya memiliki beberapa masalah seperti indeks massa tubuh (IMT) di bawah standar.
Setelah data kelompok sasaran AKS diperoleh kemudian dilakukan kunjungan lapangan dan pengukuran ulang untuk memastikan dan memperoleh data akurat yang nantinya akan dituangkan dalam Kertas Kerja AKS. Selanjutnya disampaikan kepada Tim Pakar untuk dibahas dan memperoleh rekomendasi tindak lanjut dalam penanganan kasus stunting, sebagai langkah terakhir kegiatan AKS adalah Diseminasi AKS oleh Tim Pakar dan Tim Teknis.
“Jumlah yang didampingi itu kan banyak, maka kita ambil kasus-kasus yang menjadi prioritas dan perlu diangkat serta perlu mendapat rujukan atau rekomendasi dari dokter,” jelasnya.
Setelah kegiatan AKS selesai diharapkan angka stunting dapat diturunkan dan bahkan tidak ada lagi stunting baru di Kabupaten Rembang sesuai dengan tujuan RAGA GENTING (Gerakan Keluarga Cegah Stunting) untuk menuju Rembang Zero New Stunting.
Dinsos PPKB Rembang saat ini juga sedang menggencarkan program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS). Program itu direncanakan untuk melibatkan seluruh pihak di Kabupaten Rembang. Baik stakeholder maupun masyarakat mampu untuk menjadi donatur dalam memberikan bantuan penanganan stunting berupa materi bagi anak stunting usia 0 hingga 2 tahun.
“Harapannya itu ada partisipasi dan empati dari kita untuk ikut membantu perbaikan gizi ke anak. Salah satu caranya dengan memberikan bantuan berupa uang kepada keluarga yang terindikasi stunting, atau ibu hamil yang terindikasi stunting atau anak yang menderita stunting,” bebernya.
Diungkapkannya tidak ada pedoman khusus terkait jumlah bantuan yang harus diberikan sesuai kemampuan. Termasuk juga tidak ada syarat khusus untuk menjadi bapak asuh dalam program BAAS ini.
“Asalkan mampu saja, untuk angkatan pertama itu diberikan Rp 900 ribu ke 4 orang anak selama 3 bulan. Itu bukan dari kami, kita minta bantuan dari Baznas kemudian PDAM dan BKK,” imbuhnya.
Sejauh ini total ada 21 anak yang masuk dalam program bapak asuh anak stunting. Dengan rincian Baznas 2 anak, BKK Lasem 1 anak, PDAM 1 anak, Ikatan Penyuluh KB 3 anak dan Koramil di 14 Kecamatan masing-masing 1 anak asuh.
“Kalau dari Koramil itu dalam bentuk sembako. Cuma selama berapa bulan kami kurang tahu,” ucapnya.
Dirinya berharap ada empati dari masyarakat khususnya para dermawan yang mau menjadi Bapak asuh bagi keluarga yang terindikasi stunting, ibu hamil yang terindikasi stunting atau anak yang menderita stunting. Hal itu menjadi salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan stunting di kota garam ini. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)