KUDUS, Lingkarjateng.id – Sungai Jati Pasihan yang melintasi Desa Tanjungrejo hingga Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, kini berada dalam kondisi memprihatinkan karena diduga tercemar limbah cair dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo.
Akibat limbah TPA Tanjungrejo, air Sungai Jati Pasihan yang semula menjadi sumber irigasi dan kebutuhan masyarakat kini berubah warna, bahkan menimbulkan dampak kesehatan serius bagi warga sekitar.
Kepala Desa Tanjungrejo,Christian Rahadiyanto, menjelaskan bahwa pencemaran yang diduga terjadi di Sungai Jati Pasihan telah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Sungai Jati Pasihan dekat dengan TPA. Airnya berubah-ubah warna. Kalau debit air kecil, warna hitam pekat terlihat jelas. Limbah cair ini memengaruhi sumur-sumur di permukiman sekitar,” ujarnya di Kudus pada Minggu, 19 Januari 2025.
Christian mengatakan bahwa pencemaran tersebut tak hanya merusak sumber air bersih warga, tetapi juga berdampak pada sawah-sawah yang diairi oleh aliran Sungai Jati Pasihan. Akibatnya, tanaman padi di beberapa lahan pertanian mengalami gagal tumbuh hingga menyebabkan kerugian besar bagi para petani.
Selain itu, dugaan pencemaran akibat limbah TPA Tanjungrejo juga menyebabkan kesehatan warga terganggu. Sejumlah penduduk melaporkan terkena penyakit kulit seperti gatal-gatal, dan beberapa lainnya menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Oleh karena itu, Pemerintah Desa Tanjungrejo saat ini telah mengeluarkan imbauan kepada warga untuk tidak melakukan aktivitas di Sungai Jati Pasihan. Hal itu untuk mencegah dampak gangguan kesehatan yang lebih serius.
“Limbah ini tidak hanya berdampak pada air dan sawah, tetapi juga kesehatan masyarakat. Kami berharap pemerintah segera memberikan solusi untuk mengatasi pencemaran yang sudah bertahun-tahun ini,” tegas Christian.
Sementara itu, Susanto (59), warga RT 3/RW 9 Desa Tanjungrejo, menyatakan bahwa air sumurnya yang diduga terkontaminasi limbah lindi TPA setempat kini tak bisa lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ia bersama keluarganya terpaksa mengangsu air dari tetangga yang memiliki tandon air bersih.
“Air sumur sudah hitam pekat, bercampur limbah lindi. Kami takut menggunakannya, jadi tiap hari harus angkut air ke tetangga,” ungkap Susanto. (Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Lingkarjateng.id)