JEPARA, Lingkarjateng.id – Imbas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat petani dan nelayan makin menjerit. Pasalnya, kenaikan tarif itu berdampak langsung pada kenaikan ongkos produksi di kalangan petani. Hal ini disampaikan oleh Ketua Bidang Produksi dan Pemasaran Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Abdul Wachid pada Jumat, 9 September 2022.
Wachid mengungkapkan, kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM subsidi berpengaruh pada Harga Pokok Produksi (HPP). Sehingga, ongkos produksi juga mengalami peningkatan yang mencapai 12 persen hingga 15 persen. Hal inilah yang menyebabkan para petani kini menanggung beban lebih besar.
“Banyak keluhan dari para petani terkait kenaikan harga BBM, kebijakan pemerintah ini membuat petani kian berat menghadapi situasi pasca pandemi Covid-19. Kenaikan harga BBM membuat para petani menjerit, Bapak Presiden. Kehidupan para petani di daerah-daerah semakin nelangsa,” ungkap Wahid yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jawa Tengah Partai Gerindra.
Ia mengungkapkan, harga BBM jenis solar yang sering dipakai para petani untuk mengolah kebun dan nelayan untuk berlayar di laut melonjak tajam. Ditambah yang lebih memprihatinkan, pasca kenaikan harga BBM pertalite dan solar mereka tidak tahu harus berbuat apalagi untuk menghadapi kondisi yang semakin kompleks ini.
”Petani padi, tebu, sayuran, nelayan, tambak dan lain-lain. Mereka hidup di desa-desa pinggir laut di gunung-gunung jauh dari para elit dan tidak tahu cara menyuarakan jeritan hatinya,” imbuhnya.
Menurutnya, hal ini sangat memberatkan beban biaya sarana produksi, upah buruh tani pasti naik, biaya angkut naik, beban biaya hidup naik. Belum lagi harga pupuk naik, obat-obatan yang juga naik. Sedangkan, di petani harga tidak ikut naik. Bahkan, terkadang kalau harga di petani naik sedikit saja sudah ribut di media. Seakan-akan, petani tidak boleh mendapatkan keuntungan.
“Kami meminta agar Presiden Jokowi memperhatikan nasib para petani yang terimbas kenaikan harga BBM. Beberapa di antaranya seperti program kredit murah atau pupuk subsidi yang tersedia cukup dan murah,” harapnya. (Lingkar Network | Muslichul Basid – Koran Lingkar)