PATI, Lingkarjateng.id – Puluhan warga yang tergabung dalam jaringan Sukolilo Bangkit menggelar aksi doa bersama dan “Keliling Kolilo” untuk mendorong penutupan tambang di beberapa titik desa seperti Desa Gadudero, Kedungwungu, Baleadi, dan Wegil, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, pada Senin, 14 April 2025.
Aksi demonstrasi tersebut dilakukan sebagai buntut atas menjamurnya tambang galian C di wilayah Sukolilo. Bahkan, beberapa tambang beroperasi secara ilegal tanpa mengantongi izin.
Berbagai dampak negatif telah dirasakan warga Sukolilo, seperti jalan rusak akibat aktivitas truk tambang, suara bising siang-malam, debu di mana-mana, hingga banjir yang makin masif terjadi. Terbaru, aktivitas penambangan mengakibatkan tanah longsor di sekitar wilayah tambang.
“Bahkan tidak sedikit juga pegawai tambang yang meninggal terkubur tambang akibat longsor. Belum lagi, lahan-lahan bekas tambang yang dibiarkan menganga besar tanpa aktivitas pasca tambang,” ujar Slamet Riyanto selaku koordinator aksi tersebut.
Dalam aksi tersebut, Slamet menyoroti Revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pati yang disahkan pada tahun 2021.
Ia menilai perda tersebut bukannya membahas tentang pencegahan rangkaian bencana yang masif terjadi di Pati, namun justru menetapkan seluruh kecamatan di Pati sebagai kawasan pertambangan.
“Padahal jika kita melihat lebih rinci dalam dokumen kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) Pati, Sukolilo merupakan wilayah dengan multi bencana yang ketika makin dieksploitasi maka lingkungan tidak mampu untuk menahannya. Begitupun dengan KLHS Pegunungan Kendeng yang seharusnya sebagai pijakan dalam penyusunan kebijakan, rencana, dan program daerah telah memprediksi ketika gunung kapur ini dieksploitasi maka akan terjadi bencana,” jelasnya.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati harus memberi perhatian lebih agar Pegunungan Kendeng tidak hanya dipandang sebagai lahan eksploitatif.
Ia menyebut, Gunung Purba Kendeng merupakan ruang hidup dan kebudayaan warga dengan berbagai fungsi seperti penyerap dan sumber mata air, fungsi sosial budaya, dan fungsi penyerap karbondioksida.
“Terbukti dengan kehidupan sehari-hari yang tidak lepas dari pengaruh Kendeng seperti tercukupinya kebutuhan hidup masyarakat Sukolilo untuk kehidupan rumah tangga bahkan juga untuk pemenuhan kebutuhan produktif warga semisal pertanian, perkebunan, dan lainnya,” ungkapnya.
Selamet berharap Pemkab Pati sadar bahwa pengawasan lingkungan tidak hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat saja, tetapi juga di tingkat daerah sebagai wilayah terdampak memiliki peran penting dalam upaya perlindungan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
“Sukolilo Bangkit mendorong para pemilik tambang untuk sadar dan menghentikan aktivitasnya termasuk kepada pemerintah untuk tegas melakukan pengawasan dan moratorium izin pertambangan di seluruh Pegunungan Kendeng,” tandasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)