GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Grobogan, Fahrur Rozi mengatakan salah satu faktor terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah kurangnya pengetahuan agama. Menurutnya, jika pasangan memiliki bekal pendidikan agama yang kuat, maka KDRT bisa ditekan.
Ia mengatakan, selain memperdalam pengetahuan agama pasangan suami istri harus saling memiliki pengertian. Menurutnya, suami dan istri harus selaras dalam menjalani hidup berumah tangga dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
“Kedua hal itu merupakan poin utama bagi pasangan yang akan menikah. Karena setelah menikah, mereka memiliki tanggung jawab keluarga, tanggung jawab kepada orang tua, tanggung jawab kepada masyarakat dan kewajiban memenuhi kebutuhan finansial keluarga harus dipenuhi oleh pasangan suami istri,” kata Kepala Kemenag Grobogan.
Pihaknya juga menekankan, bahwa masyarakat perlu memahami hukum-hukum Islam yang sudah diterapkan setiap hari. Kalau masyarakat mau menilik lebih dalam, pengetahuan tersebut sudah ada di bangku sekolah dan lingkungan sekitar, sehingga tinggal masing-masing individu mau menerapkannya atau tidak.
“Sebagai contoh, orang yang telah bercerai juga ada edukasi di dalamnya. Karena usai bercerai, khususnya untuk wanita ada masa indah, di dalamnya juga terkandung maksud untuk memastikan bahwa perempuan tidak sedang hamil usai bercerai,” urainya.
Terkait pasangan muda yang menikah karena hamil duluan, menurutnya juga perlu memahami hukum-hukum tersebut. Supaya anak yang lahir nantinya dapat memiliki kejelasan administratif dan biologis.
“Sebab, dalam hal ini ada urgensi untuk memberikan kejelasan secara administratif maupun biologis bahwa anak yang nanti dilahirkan memiliki silsilah yang jelas agar tidak terjadi persoalan pada anak tersebut dikemudian hari,” ujarnya.
Kepala Kemenag Grobogan mengatakan, bagi masyarakat yang beragama Islam pihaknya sudah menyediakan program pendidikan pra-nikah yang sasarannya adalah pelajar dan mahasiswa. Materi yang disampaikan berkaitan dengan stunting, reproduksi, pembinaan mental berkeluarga, dan bimbingan calon pengantin (catin) di KUA.
“Bimbingan catin sendiri ada yang kolektif maupun mandiri. Yang kolektif ada narasumber tertentu yang disampaikan pemateri kepada beberapa calon pengantin, sedangkan yang mandiri pasangan calon pengantin datang ke KUA untuk menerima materi bimbingan dan mendapat buku panduan,” jelasnya. (Lingkar Network | Ibnu Muntaha – Koran Lingkar)