Lingkarjateng.id – Teknologi yang semakin maju memberikan segala kemudahan bagi kehidupan jagad hidup orang banyak. Termasuk pada urusan permodalan yang kini sudah dapat dilakukan secara digital atau biasa disebut pinjaman online (pinjol).
Keberadaan pinjol ini tidak lepas dari industri fintech, yaitu bentuk usaha yang bertujuan menyediakan layanan finansial dengan menggunakan perangkat lunak dan teknologi modern. Kehadiran fintech ini pula seakan menjadi harapan baru bagi masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman.
Jika dibandingkan dengan bank maupun koperasi, fintech menawarkan produk pinjaman online dengan sangat mudah dan tanpa syarat yang rumit. Kemudahan inilah yang menjadikannya popular di kalangan generasi millennial.
Akan tetapi di tengah kemudahan yang ada pada pinjol, pasti ada saja oknum nakal. Mengutip dari website resmi Kemenkeu, berikut beberapa alasan mengapa masyarakat masih menganggap pinjol berbahaya.
1. Suku Bunga Tinggi dan Tenggat Waktu yang Ringkas
Tidak sedikit kasus pinjol yang biaya administasinya tidak transparan. Sehingga para nasabah berisiko membayar utang lebih bisar dari kesepakatan awal. Bahkan nasabah juga harus membayar denda keterlambatan yang tidak masuk akal karena tenggat waktu terlalu singkat.
2. Masih Rendahnya Literasi Keuangan pada Masyarakat
Alhasil masyarakat yang tidak mengetahui tentang sistem pinjol akan berisiko tinggai terjebak jeratan utang karena tak mampu membayar cicilannya.
3. Banyak Pemberitaan Buruk Tentang Pinjol
Alasan lain yang menjadikan pinjol terlihat berbahaya bagi masyarakat yakni banyaknya pemberitaan di media sosial yang menceritakan ancaman apabila tidak dapat melunasi cicilan. Bahkan masih marak ditemui cerita tentang pengalaman buruk seseorang saat melakukan transaksi meminjam uang lewat online.
4. Menjamurnya Kasus Pinjol Ilegal
Kasus pinjol ilegal memang masih menjadi PR bagi negeri ini. Salah satu kasus yang sempat ramai beberapa waktu lalu di media sosial menimpa seorang guru di Kabupaten Semarang. Guru tersebut terjerat utang pinjol ilegal dengan nilai ratusan juta rupiah.
5. Pemberian Data Nasabah
Beberapa warganet juga menyoroti fintech pinjol yang bisa menelusuri seluruh data pribadi nasabah. Keadaan tersebut tak jarang dimanfaatkan debt collector untuk menebar ancaman mulai dari masuk pengadilan, penjara, sampai dipecat dari pekerjaan.
6. Masih Banyak yang Menyarankan untuk Tidak Mengajukan Pinjol
Pengalaman tiap orang yang pernah gagal dalam mengajukan pinjol sering kali menjadi sebab ketakutan masyarakat.
7. Ancaman Penyalahgunaan Data Pribadi
Pasalnya, pengajuan pinjaman belum tentu diterima, tetapi data-data nasabah sudah didapatkan oleh pihak pinjol. Misalnya, pengajuan pinjaman hanya Rp 2 juta, tapi penyedia pinjol sudah dapatkan seluruh data pribadi nasabah.
8. Menimbulkan Stres dan Depresi
Tekanan penagihan debt collector memicu stress dan depresi pada konsumen. Salah satu kasus nyatanya menimpa driver ojol yang meninggal bunuh diri karena setres ditagih debt collector. Karena kasus tersebut, banyak masyarakat bahkan mendemo agar penyedia pinjol segera ditutup.
9. Kontak Darurat Nasabah Ikut Kena Imbasnya
Banyak fakta yang membuktikan bahwa pihak penyedia pinjol sering menghubungi kontak darurat nasabahnya. Padahal orang yang bersangkutan sama sekali tidak mengetahui jika dirinya dilibatkan dalam perjanjuan di awal.
Itulah beberapa alasan mengapa masyarakat mungkin saja takut dan menganggap pinjol adalah hal yang berbahaya. Sehingga tidak mengherankan apabila masyarakat masih mengandalkan bank konvensional atau koperasi ketimbang harus memilih pada pinjol. (Lingkar Network | Sekar – Lingkarjateng.id)