JAKARTA, Lingkarjateng.id – Kamis (5/9/2024) dini hari, tepatnya sekitar pukul 03.50 WIB Indonesia dikejutkan dengan berpulangnya salah satu tokoh ekonom kenamaan, Faisal Basri (65). Sosok yang tak segan menyampaikan masukan kritis bagi pemerintah ini tutup usia di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta.
Faisal yang dikenal memiliki pandangan luas mengenai perkembangan politik dan perekonomian Indonesia ini merupakan alumni Universitas Indonesia (UI).
Ia meraih gelar sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada 1985 serta gelar Master of Arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat pada 1988.
Keponakan dari mendiang mantan Wakil Presiden RI Adam Malik ini memulai karier sebagai pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI) untuk mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi.
Faisal juga merupakan pengajar pada Program Magister Akuntansi (Maksi), Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1988-sekarang).
Dalam karier akademisnya, Faisal pernah menjadi Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEB UI (1995-1998), dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003).
Sementara di bidang pemerintahan, Faisal Basri pernah mengemban amanah sebagai anggota Tim “Perkembangan Perekonomian Dunia” pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).
Sosok yang juga menjadi salah satu aktor dibalik berdirinya lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini, lahir di Bandung pada 6 November 1959.
Faisal juga tercatat sebagai salah satu pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW), dan kerap berbicara lantang tentang pentingnya memberantas korupsi di Indonesia, terutama di sektor ekonomi dan pemerintahan.
Di mata Ekonom Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, Faisal Basri merupakan sosok yang berani menyampaikan pandangan dan kritik mengenai kebijakan publik.
“Bang Faisal sebagai peneliti dan insan akademik yang jujur dan tegar berjuang menyampaikan pandangan, masukan dan kritik, terlebih untuk perihal kebijakan publik yang mencederai keadilan sosial,” tutur Budi.
Ia sempat mengingatkan pemerintah saat ini bahwa tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kualitas manusia bukan berapa kilometer jalan yang dibangun.
“Pembangunan itu kan ujung-ujungnya adalah meningkatkan kualitas manusia, bukan berapa kilometer jalan yang dibangun, tapi manusianya itu berkualitas (atau) tidak,” katanya dalam Diskusi Publik: Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres, belum lama ini. (Anta – Lingkarjateng.id)