BLORA, Lingkarjateng.id – SMPN 3 Cepu, Kabupaten Blora, diduga melakukan pelanggaran setelah nekat menjual seragam kepada siswa baru di koperasi sekolah. Padahal, penjualan seragam di sekolah negeri telah lama dilarang melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).
Ketua Masyarakat Pemantau Keuangan Negara (MPKN) Blora, Sukisman, menyatakan bahwa pihaknya saat ini tengah menyoroti dugaan penjualan seragam di SMPN 3 Cepu tersebut.
“Saya mendapatkan laporan jika pembelian seragam untuk siswa baru mencapai Rp 800-850 ribu, ini kan fatal. Kami ingatkan kepada sekolah, jangan coba-coba langgar aturan yang sudah ada,” ujarnya pada Jumat, 9 Agustus 2024.
Kisman menduga SMPN 3 Cepu telah melanggar Permendikbud nomor 75 tahun 2016 yang menyatakan bahwa bahwa komite sekolah, baik perorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah.
“Selanjutnya dengan tegas diatur dalam Permendikbud nomor 45 tahun 2014 disebutkan, sekolah dan komite dilarang menjual seragam, termasuk tidak boleh dijual di sekolahan adalah seragam batik untuk identitas sekolah dan pakaian olahraga,” jelasnya.
Menurut Kisman, pembelian seragam dapat dilakukan di pasar atau toko, bukan di sekolahan. Pembelian juga dapat dilakukan secara kolektif tetapi tidak melibatkan pihak sekolah. Menurutnya, penjualan baju seragam atau kain yang dilakukan sekolah dianggap sebagai pungutan.
“Ini sudah termasuk pungutan ya, hati-hati,” tegasnya.
Selain itu, Kisman juga menyoroti pungutan atau iuran dengan total Rp 100,8 juta yang diambil dari wali murid untuk kegiatan karnaval di SMPN 3 Cepu.
“Dalam Pasal 181 huruf D PP nomor 17 tahun 2010 menyebutkan, pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.
Sukisman menilai, SMPN 3 Cepu telah melakukan pelanggaran terhadap Permendikbud RI nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan. Dalam Pasal 9 ayat (1) menyebutkan, satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
“Tentunya sekolah akan mendapatkan sanksi baik pidana maupun sanksi administratif. Kalau benar, akan kami laporkan ke Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli),” tukasnya.
Sementara itu, Hani, salah seorang wali murid kelas VII SMPN 3 Cepu, mengaku bahwa dirinya bersama wali murid lain telah membeli seragam di koperasi sekolah tersebut.
“Iya, beli di koperasi sekolah. Kalau ukuran standar Rp 800 ribu, kalau jumbo Rp 850 ribu,” jelasnya.
Ketika disinggung soal iuran karnaval, Hani mengatakan bahwa masing-masing kelas dibebani biaya pungutan berbeda-beda.
“Ada Rp 150 ribu, Rp 190 ribu, juga ada yang Rp 200 ribu, tidak sama. Yang tidak ikut karnaval juga iuran kayaknya,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah, salah seorang guru SMPN 3 Cepu yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa kegiatan karnaval di sekolah bersangkutan tidak akan bisa berjalan tanpa partisipasi wali murid.
“Dari BOS kan tidak mungkin, kalau tidak ada partisipasi wali murid ya gak akan bisa ikut karnaval,” ucapnya.
Sementara itu, Bagian Humas SMPN 3 Cepu, Yudi, enggan berkomentar banyak soal adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan sekolahnya.
“Kalau soal itu langsung dengan kepala sekolah saja,” ungkapnya.
Sampai saat ini, belum ada respons pasti dari pihak sekolah terkait isu tersebut. Saat hendak ditemui di sekolah, Kepala SMPN 3 Cepu, Suyitno, sedang tidak berada di kantornya. (Lingkar Network | Hanafi – Lingkarjateng.id)