Cuaca Buruk, Begini Nasib Produsen Kerupuk Demak

Cuaca-Buruk,-Begini-Nasib-Produsen-Kerupuk-Demak

MENIMBANG: Pelaku UMKM sedang menimbang kerupuk. (Tammalia Amini/Lingkarjateng.id)

DEMAK, Lingkarjateng.id – Cuaca buruk menimpa beberapa wilayah di Kabupaten Demak dalam kurun waktu terakhir. Hujan deras yang mengguyur beberapa wilayah juga mengakibatkan banjir dan dampak lain yang dirasakan langsung oleh masyarakat, salah satunya produsen kerupuk Demak.

Seperti yang dialami oleh para produsen kerupuk Demak, tepatnya berada di Dukuh Kalitekuk, Desa Ngaluran, Kabupaten Demak. Mereka terpaksa merugi karena cuaca buruk berdampak pada hasil produksi kerupuk olahan mereka.

Shafa (27), seorang pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kerupuk di Dukuh Kalitekuk mengaku, dirinya terpaksa merugi lantaran produksi kerupuk miliknya tidak bisa kering secara maksimal.

14 Kecamatan di Demak Gelar Bazar UMKM

Dirinya menjelaskan, jika cuaca sedang buruk, kerupuk-kerupuk buatannya bisa menghabiskan waktu sampai tiga atau bahkan enam hari, tergantung cahaya matahari yang ada. Sedangkan, biasanya dia hanya membutuhkan waktu setengah hari untuk proses pengeringan kerupuk dan didistribusikan ke agen untuk dijual di pasaran ketika cuaca normal. 

“Iya terpaksa rugi, soalnya dari kemarin-kemarin hujan terus, ini baru kering tiga hari. Padahal biasanya cuma setengah hari, kalau hujan terus ya tiga, empat, hingga enam hari tergantung matahari,” ungkapnya.

Shafa sebagai produsen kerupuk Demak, membanderol harga kerupuk miliknya rata-rata Rp 11 ribu sampai Rp 13 ribu untuk krecek (mentahan) dan Rp 14 ribu hingga Rp 16 ribu jika matang. Harga tersebut dibanderol sesuai jenis masing-masing kerupuk. 

Harga Kedelai Melonjak, Perajin Tempe Demak Perkecil Ukuran

Namun, akibat adanya hujan deras yang mengguyur beberapa waktu terakhir, hasil produksi olahan kerupuknya tidak dapat kering maksimal. Hal ini tentu berdampak pada hasil rasa, tekstur, dan harga jual kerupuk.

“Kalau tidak kering nanti harganya anjlok. Jadi, awalnya Rp 16 ribu jadi Rp 12 ribu, bahkan kadang jadi Rp 10 ribu,” ucapnya. 

Teknik pengeringan kerupuknya, lanjut Shafa, memang hanya mengandalkan sinar matahari. Pasalnya, tidak ada cara lain untuk mengeringkan, karena tidak bisa menggunakan alat bantu untuk mempercepat proses pengeringan. Hal ini berpengaruh pada hasil rasa dan tekstur kerupuk. 

Selain karena cahaya matahari, tingkat kelembapan tanah sebagai alas atau tempat untuk mengeringkan juga berpengaruh. Dia menyebut, akan lebih baik hasilnya jika dijemur di atas aspal.

Lama Berdiri, Pemilik Kios Liar Demak Tak Pernah Ditegur Satpol PP

“Kalau di atas aspal hasilnya kemringsing (kering maksimal), digoreng langsung mekar, kriuk-kriuk. Kalau di atas tanah bisa kering, tapi harus dikeringkan lagi sebelum digoreng. Kalau di jemur di atas aspal tidak perlu dikeringkan lagi,” jelasnya.

Setiap harinya, Shafa bersama pelaku usaha lainnya bisa memproduksi sebanyak 50 kg per masing-masing jenis kerupuk, yakni kerupuk jengki, kerupuk usus, kerupuk rantai dan lainnya.

Sementara, produksi tersebut tidak bisa dihentikan atau ditunda karena kebutuhan pasar. Sedangkan, semua proses pengeringan kerupuk tadi hanya mengandalkan sinar matahari. (Lingkar Network | Tammalia Amini – Koran Lingkar)

Exit mobile version