SEMARANG, Lingkarjateng.id – Tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021, Presiden Joko Widodo menargetkan penurunan kasus stunting di Indonesia menjadi 14% pada tahun 2024. Pada perpres itu pula, BKKBN telah ditunjuk sebagai leading sector untuk mengemban sekaligus mengawal tugas percepatan penurunan stunting.
Koordinasi, komitmen dan dukungan semua pihak sangat dibutuhkan agar tujuan yang ada dalam perpres tersebut bisa tercapai. Pada tahun 2021, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) kondisi angka stunting di Indonesia masih sebesar 24,4% meskipun di Jawa Tengah sendiri mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 27,68% di tahun 2019 menjadi 20,9% di tahun 2021.
Perlu diketahui, stunting ini menjadi perhatian besar Presiden dikarenakan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap kualitas sumber daya manusia dan tentunya lebih jauh lagi berdampak pula terhadap masa depan suatu bangsa.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam waktu yang lama ditandai dengan tubuh pendek yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak anak sehingga anak rentan terhadap penyakit hingga berakibat pada tingkat kecerdasaan berada dibawah normal.
Upaya percepatan penurunan stunting terus dilakukan oleh Perwakilan BKKBN Jawa Tengah dengan menggandeng dan melibatkan seluruh pihak potensial sesuai dengan amanah perpres tersebut.
Program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) menjadi inovasi yang dilakukan dengan tujuan melibatkan seluruh pemangku kepentingan secara terstruktur dan terukur dalam mempercepat penurunan stunting yang menargetkan langsung kepada kelompok sasaran.
Perwakilan BKKBN Jawa Tengah bekerja sama dengan Kodam IV/Diponegoro mengundang Bupati dan Walikota, pengusaha, pimpinan perusahaan serta filantropi yang ada di Jawa Tengah menggelar “Gala Dinner Peduli Stunting” pada Senin, 10 Oktober 2022 di Balai Diponegoro Semarang.
Acara tersebut bertujuan untuk mengajak seluruh sektor baik pemerintah maupun swasta untuk turut berkiprah nyata bersama–sama membantu kelompok resiko stunting agar tidak menjadi stunting serta balita yang sudah terlanjur stunting agar segera dapat dientaskan.
Kepala BKKBN, DR (HC). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) yang hadir dalam acara tersebut menjelaskan di hadapan para tamu undangan mengenai alasan stunting menjadi perhatian besar pemerintah.
Menurutnya, indikator human capital index yang digunakan oleh seluruh dunia dalam mengukur kualitas sumber daya manusia suatu bangsa menjadikan tingkat intelektual dan skill sebagai salah satu tolak ukurnya.
“Mengapa stunting dikaitkan dengan hal tersebut, karena yang menjadi ciri khas stunting selain pendek adalah kemampuan intelektualnya bisa di bawa rata–rata dan nasibnya di usia empat puluhan lebih mudah menderita penyakit non-communicable disease atau penyakit tidak menular seperti diabetes, serangan jantung sehingga Bapak Ibu sekalian mereka yang terkena stunting ini di mata dunia dianggap tidak bisa bersaing,” ujar Hasto.
Ia menambahkan, ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya stunting yaitu faktor sensitif atau lingkungan yang meliputi akses air bersih dan sanitasi, kondisi rumah tinggal, akses pangan bergizi, pelayanan gizi dan kesehatan serta kesadaran perilaku pengasuhan. Sedangkan faktor penyebab lainnya menurutnya adalah faktor spesifik yang berkaitan erat dengan asupan gizi dan status kesehatan.
“Sebetulnya kuncinya mudah untuk mencegah stunting, setelah anak usia enam bulan, telur ikan, protein hewani sudah sangat cukup. Tidak butuh yang mahal–mahal,” lanjutnya.
Keanekaragaman pangan lokal yang ada di sekitar masyarakat, menurutnya sudah cukup untuk memberikan asupan gizi seimbang bagi anak.
Hal tersebut juga senada dengan arahan presiden untuk menggelorakan penggunaan pangan lokal sebagai asupan gizi masyarakat Indonesia. Namun menurutnya, masih banyak masyarakat yang tidak sadar akan hal tersebut.
BKKBN juga bersama para mitranya melalui Gerakan Peduli Stunting, BAAS, Dapur Sehat Atasi Stunting (DAHSAT) mencoba untuk memberikan kesadaran dan edukasi kepada masyarakat terhadap akses serta asupan gizi yang seimbang.
Di samping itu, Hasto juga menegaskan akan pentingnya acara karena menjadi salah satu pendekatan program yang digunakan dalam penurunan angka stunting yaitu pentahelix.
“Pendekatan ini melibatkan unsur pemerintah, swasta, perseorangan, perguruan tinggi serta masyarakat. Bentuk bantuan antara lain dapat berupa penyaluran dana sosial perusahaan atau CSR melalui program Bapak Asuh Anak Stunting,” jelasnya.
Ia mengungkapkan juga bahwa Jawa Tengah oleh pemerintah pusat ditetapkan sebagai salah satu dari dua belas provinsi prioritas penanganan stunting.
Pada kesempatan itu juga, Hasto mengukuhkan Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Widi Prasetijono dan Ketua Persit Kartika Candra Kirana PD IV/Diponegoro, Ny. Novita Widi Prasetijono sebagai Bapak dan Bunda Asuh Anak Stunting. Usai dikukuhkan, Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Widi Prasetijono diminta untuk memberikan sambutan.
Ia mengawali dengan penjelasan bahwa kasus stunting di Jawa Tengah ini harus menjadi perhatian bersama dikarenakan prevalensinya masih berada pada angka 20,9%. Meskipun menurutnya, angka tersebut tergolong rendah dibandingkan provinsi besar lainnya namun secara jumlah absolut terlihat besar karena jumlah penduduk Jawa Tengah yang besar pula.
“Bagaimana masa depan kita akan bisa sukses dan berhasil (khususnya) di wilayah Jawa Tengah ini apabila masih banyak anak kita yang mengalami stunting,” ujar Pangdam.
Terlebih lagi menurutnya, pencegahan dan penanganan stunting ini menjadi perhatian besar Presiden dan masuk dalam program prioritas nasional.
Selaku pangdam, ia telah menginstruksikan kepada seluruh jajarannya yang ada di Korem hingga Kodim dan Koramil untuk berpartisipasi dan mengambil peran aktif dalam berbagai kegiatan yang mendukung program pencegahan dan percepatan penurunan stunting di masing–masing wilayahnya.
“Oleh karena itu, kami mengajak bapak dan ibu sekalian untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Mudah–mudahan dengan adanya kegiatan ini nanti bisa mengetuk hati bapak ibu sekalian untuk bersedia menjadi bapak dan ibu asuh dari anak–anak kita yang stunting ini agar yang berisiko stunting bisa terhindar dan yang sudah terlanjur (stunting) bisa terbantu,” lanjutnya.
Saat ini, menurut data yang dihimpun oleh Satgas Percepatan Penurunan Stunting, di Jawa Tengah hingga bulan Oktober 2022 terdapat 42.332 bayi dibawah dua tahun (baduta) yang mengalami stunting dan 30.877 ibu hamil yang beresiko melahirkan bayi stunting.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Tengah, drg. Widwiono, M.Kes menegaskan kepada para calon pemberi bantuan bahwa pengelolaan dan penyaluran dana sosial kepada kelompok sasaran intervensi nantinya akan dikerjasamakan dengan Yayasan Langkah Hati Indonesia (YLHI) dan adapun feedback serta pertanggungjawabannya akan selalu dilaporkan secara rutin kepada para mitra kerja pemberi bantuan. (Lingkar Network | Unggul Priambodo – Koran Lingkar)