SEMARANG, Lingkarjateng.id – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak pemerintah terus meningkatkan pemenuhan hak-hak nelayan. Hal itu dilakukan dalam rangka memperingati Hari Nusantara yang jatuh pada Senin (13/12).
Ketua DPD KNTI Kota Semarang, Slamet Ari Nugroho mengungkapkan, ada empat catatan utama terkait dengan pemenuhan hak-hak nelayan. Pertama yakni memperkuat skema perlindungan dan keselamatan nelayan akibat dampak perubahan iklim dan kecelakaan di laut.
Cuaca ekstrim dan ombak yang besar menyebabkan perahu nelayan kecil yang bersandar juga sering mengalami kerusakan. Tak hanya perahu, rumah-rumah nelayan di pesisir yang menjadi langganan terendam rob, hantaman gelombang, dan angin.
“Laporan dari anggota KNTI, rob yang menggenangi rumah nelayan dari tahun ke tahun semakin parah. Surutnya makin lama, frekuensinya makin sering, begitu pun ketinggian airnya makin tinggi. Alhasil aktivitas terganggu, selain itu nelayan harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memperbaiki rumah dan kerusakan lainnya yang disebabkan oleh rob berkepanjangan.” ujar Slamet, Minggu (12/12).
BMKG Semarang Ingatkan Potensi Gelombang Tinggi, Nelayan Diminta Waspada
Catatan selanjutnya yakni terkait pemenuhan akses dan ketersediaan BBM bersubsidi bagi nelayan kecil. Menurutnya, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BPH Migas, hingga Pertamina harus mempercepat proses kemudahan akses.
Selain itu pihaknya juga meminta untuk penyediaan infrastruktur SPBUN, serta memastikan alokasi BBM bersubsidi mencukupi kebutuhan nelayan kecil dan tradisional. “Untuk memperkuat hal ini, KNTI mendorong perubahan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, serta mendorong penggunaan Kartu KUSUKA sebagai alat untuk nelayan mengakses BBM Bersubsidi,” ungkapnya.
Catatan ketiga terkait sulitnya dalam mengurus administrasi persyaratan dalam kelengkapan perahu. Di antaranya, kata Slamet, yakni pembuatan e-PAS kecil dan pembuatan surat rekomendasi BBM Bersubsidi. Slamet mengatakan hal ini dikarenakan tidak ada gerai-gerai dari dinas dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) di sekitar kampung nelayan.
Catatan terakhir yakni masih terjadinya tumpang tindih wilayah atau zonasi tangkap nelayan kecil dan nelayan besar. Bahkan masih marak beroperasi alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti trawl. Termasuk dampak dari kegiatan non perikanan seperti pertambangan dan pembangunan infrastruktur yang mengganggu wilayah tangkap nelayan kecil.
“Hari Nusantara adalah momentum bagi Indonesia meneguhkan kembali cita-cita pendiri bangsa untuk menjadikan laut sebagai pemersatu dan sumber kemakmuran bersama. Sekaligus menjadi momentum untuk pemenuhan hak-hak nelayan seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam,” tandasnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)