SEMARANG, Lingkarjateng.id – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jawa Tengah (Jateng) mencatat ribuan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ternak di wilayah setempat. Hingga Senin, 6 Januari 2025, tercatat sudah ada 2.026 kasus yang dilaporkan.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jateng, Hariyanta Nugraha, membenarkan bahwa kasus PMK kini tengah marak di wilayah setempat.
Menurutnya, dari jumlah kasus yang ditemukan, ternak yang dinyatakan sembuh ada 25 ekor, ternak mati 52 ekor, ternak dipotong ada 12 ekor, dan sebanyak 1.937 ekor masih dalam upaya penanganan.
Sebagai upaya menekan angka kasus PMK, Hariyanta mengaku bahwa pihaknya sudah membentuk tim koordinasi antarpemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten.
“Hari Minggu kemarin, kita dapat alokasi vaksin 8.750 dosis, dan sudah kita distribusikan ke beberapa kabupaten. Kita juga upayakan kebersihan kandang, sudah kita desinfeksi, terutama pasar hewan dan kandang, sudah dilakukan penyemprotan desinfektan,” ujarnya di Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa, 7 Januari 2025.
Selain itu, pihaknya juga menurunkan tim investigasi yang bertugas melakukan penelitian terhadap dugaan kasus PMK yang dilaporkan. Tim tersebut juga bertugas melakukan sosialisasi dan edukasi kepada peternak terkait penyakit yang menyerang hewan berkuku belah atau ruminansia, seperti kambing, sapi, babi, domba, hingga kerbau.
Hariyanta menyebut, salah satu faktor yang memengaruhi kembali merebaknya penyakit PMK adalah masih ada ternak sapi yang belum divaksinasi secara berkala. Selain itu, adanya transaksi ternak di pasar lintas wilayah yang terinfeksi juga turut andil dalam penyebarluasan penyakit tersebut.
Dia mengungkapkan bahwa beberapa daerah di Jateng yang mengalami serangan masif PMK ada di wilayah Kabupaten Blora, Wonogiri, Sragen, dan Pati.
“Sebelum PMK merebak di Jateng, di Jatim sudah merebak duluan. Dan memang di pasar-pasar hewan di perbatasan itu ada yang dari Jateng, Jatim, kalau tidak laku akan digeser ke pasar lain dan itu memang potensi penyebaran melalui lalu lintas ternak,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa penyakit mulut dan kuku tidak menular ke manusia. Sehingga, daging sapi yang terinfeksi masih dapat dikonsumsi, kecuali bagian mulut dan tlacak atau kaki, serta jeroan.
“Kondisi ini memengaruhi nilai jual ternak sapi. Kepada peternak, kita minta jaga kebersihan kandang, desinfeksi dan batasi hewan atau manusia yang masuk ke kandang kalau sapi sakit. Tetap usahakan diberi makan dengan diloloh, supaya ada energi dan kekebalan tubuh,” pungkasnya. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkarjateng.id)