Kembali ke Alam, Inilah 4 Ritual Pemakaman Ramah Lingkungan

ILUSTRASI: Setangkai bunga mawar dan nyala lilin terlilit pita hitam sebagai simbol penyampaian duka. (Freepik @mdjaff/Lingkarjateng.id)

ILUSTRASI: Setangkai bunga mawar dan nyala lilin terlilit pita hitam sebagai simbol penyampaian duka. (Freepik @mdjaff/Lingkarjateng.id)

Lingkarjateng.id – Di setiap negara sudah pasti memiliki ritual keagamaan hingga ritual pemakaman berdasarkan pada kepercayaan masing-masing. Kebanyakan, prosesi pemakaman dilakukan dengan menguburkan jenazah ke dalam tanah atau mengkremasi jenazah lalu menyimpan abu pembakaran.

Ritual pemakaman seperti di atas masih banyak dilakukan sebagian besar masyarakat. Akan tetapi saat ini banyak pula yang berpikir bahwa penguburan jenazah dan kremasi dianggap tidak ramah lingkungan sehingga banyak yang mencari solusi lain.

Di negara tertentu, ritual pemakaman ramah lingkungan kian diminati bahkan dijadikan bisnis. Sebuah perusahaan jasa memberikan layanan pemakaman sesuai dengan permintaan keluarga. Salah satunya pemakaman jenazah untuk dijadikan kompos atau terumbu karang. Selain dua ritual pemakaman ini, ada juga tradisi di wilayah Himalaya, Tibet yang melakukan ritual langit.

1. Earth Funerals

Beberapa waktu lalu, dunia dibuat tercengang oleh sebuah keluarga di Colorado, salah satu negara bagian barat Amerika Serikat yang memilih mengomposkan jenazah ketimbang menguburkannya di tempat pemakaman. Pengomposan jenazah ini bukan bagian dari ritual keagamaan atau ajaran sesat melainkan murni digunakan sebagai pupuk tumbuhan.

Bahkan pengomposan jenazah ini dilegalkan dalam undang-undang dan pertama kali berlaku pada September 2021. Meski tidak melanggar hukum, namun kompos dari mayat manusia itu tidak boleh dijual maupun digunakan untuk pupuk tumbuhan yang dapat dimakan.

Pemakaman alami atau earth funerals juga dilakukan di sebuah tanah pertanian di dekat Kota Armidale di New South Wales. Proses pemakaman ini hampir sama dengan pemakaman pada umumnya yaitu jenazah dan perangkat lainnya dikuburkan tanpa pengawet dan semua yang dikubur itu harus bisa melebur dengan tanah.

Sebagian orang memilih earth funerals karena ingin tetap berguna meskipun sudah meninggal nanti sehingga tidak perlu menggunakan lahan luas yang tidak bisa digunakan untuk keperluan lain.

2. Akuamasi

Selain penguburan di tanah, proses pemakaman yang paling umum dilakukan adalah dengan kremasi atau pembakaran jenazah dengan api. Namun tidak demikian dengan Desmond Tutu, seorang Teolog Afrika Selatan, memilih akuamasi untuk pemakamannya.  Yaitu alternatif kremasi yang lebih ramah lingkungan karena menggunakan cairan alih-alih api untuk membuang mayat.

Akuamasi merupakan alternatif pemakaman ramah lingkungan yang dilakukan dengan larutan alkali yang dipanaskan untuk memecah dan melarutkan tubuh sehingga hanya menyisakan kerangka. Selama proses akuamasi, jenazah ditempatkan di dalam bejana yang diisi dengan campuran air dan larutan alkali kemudian dipanaskan hingga 90-150 derajat celcius.

Teknik akuamasi hanya membutuhkan sekitar sepertujuh dari energi yang digunakan dalam kremasi. Hasil akuamasi menghasilkan abu sekitar 32 persen lebih banyak sisa yang kemudian bisa dikeringkan dan dihaluskan menjadi bubuk putih. Abu ini dapat dijadikan kompos.

3. Terumbu karang

Sebuah perusahaan yang berbasis di Florida, Amerika Serikat memiliki jasa layanan pemakaman nonkonvensional. Salah satunya adalah menambahkan abu jenazah ke dalam campuran beton ramah lingkungan untuk dijadikan terumbu karang. Sejak 1998, perusahaan Eternal Reefs melayani orang-orang yang menginginkan jenazah mereka menjadi formasi terumbu karang buatan di dasar laut. Setidaknya di tahun 2020 lalu, sebanyak 2.000 lebih terumbu karang telah ditempatkan di 25 lokasi di lepas pantai timur AS.

4. Pemakaman langit

Umat Buddha di wilayah Himalaya, Tibet mempunyai ritual pemakaman langit atau pemakanan surgawi. Yaitu praktik pemakaman dengan membawa jenazah ke daerah terpencil pegunungan yang jauh dari rumah tinggal.

Pemakaman langit dilakukan beberapa hari setelah mendiang meninggal karena ada alat-alat upacara tertentu yang perlu disiapkan. Di pegunungan terpencil itu, seorang master penguburan akan menyalakan asap untuk menarik perhatian burung karnivora seperti burung nasar. Sang master akan melakukan pengawasan selama burung-burung memakan tubuh yang dipotong-potong oleh pembawa jenazah.

Bagian-bagian mayat yang tersisa itu dikumpulkan dan dibakar. Sementara tilang-tulangnya dicampur dengan tsampa, yaitu makanan pokok di Tibet yang diumpankan ke burung-burung.

Praktik pemakaman langit sudah berusia belasan ribu tahun karena secara historis iklim di daerah tersebut tidak mendukung penguburan tanah. Selain itu, masyarakat di Tibet percaya bahwa setelah seseorang mati, jiwa dibebaskan dan bentuk fisik tidak lagi diperlukan. Selain itu, burung-burung karnivora dalam prosesi pemakaman juga dipercaya memiliki hubungan positif budaya Tibet dengan alam. Kembali ke bumi sebagai makanan untuk makanan makhkuk hidup lain dianggap sebagai cara yang murah hati untuk mengistirahatkan tubuh orang mati. (Lingkar Netwoork | Lingkarjateng.id)

Sumber Referensi:

2022. Voaindonesia: Kremasi Tanpa Api Pilihan Berwawasan Lingkungan. Diakses pada 18 Oktober 2022 dari https://www.voaindonesia.com/a/kremasi-tanpa-api-pilihan-berwawasan-lingkungan-/6393896.html

Debusmann Jr. Bernd. 2021. BBC: Cara Pemakaman Tak Biasa Masa Kini: Dijadikan Terumbu Karang Buatan, Pupuk Kompos dan Dikirim ke Luar Angkasa. Diakses pada 18 Oktober 2022 dari https://www.bbc.com/indonesia/majalah-56889530

Priyambodo, Utomo. 2022. Nationalgeographic: Pemakaman Langit: Jenazah Diumpankan ke Burung agar Ramah Lingkungan. Diakses pada 18 Oktober 2022 dari https://nationalgeographic.grid.id/read/133286548/pemakaman-langit-jenazah-diumpankan-ke-burung-agar-ramah-lingkungan?page=all

Exit mobile version