SALATIGA, Lingkarjateng.id – Serapan pajak hotel dan restoran di Kota Salatiga pada triwulan I tahun 2025 menurun dibanding periode yang sama tahun lalu imbas diberlakukannya kebijakan efisiensi anggaran.
Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Salatiga mencatat pada triwulan I tahun ini, terhitung dari Januari hingga 31 Maret lalu, serapan pajak hotel sebesar Rp 1,3 miliar. Sementara itu, serapan pajak restoran sebesar Rp 3,8 miliar.
Sedangkan, serapan pajak hotel di Kota Salatiga selama periode yang sama pada tahun 2024 senilai Rp 1,5 miliar dan pajak restoran sebesar Rp 3,9 miliar.
Kepala Bidang Pengelolaan Pendapatan Daerah BPKPD Kota Salatiga, Cansio Xavier Pereira, mengungkapkan turunnya serapan pajak hotel dan restoran di wilayah setempat karena adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diinstruksikan pemerintah pusat.
“Jika dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama, pajak hotel turun sekitar Rp 200 juta dan pajak restoran turun Rp 100 juta,” katanya pada Rabu, 16 April 2025.
Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Kota Salatiga rencananya akan mengevaluasi target penerimaan pajak daerah tahun 2025.
Langkah ini dilakukan karena kebijakan efisiensi anggaran yang digulirkan pemerintah pusat diprediksi akan berimbas pada penerimaan daerah, terutama pajak hotel dan restoran.
Kepala BPKPD Kota Salatiga, Adhi Isnanto, menjelaskan evaluasi target penerimaan pajak daerah dilakukan dengan membandingkan penerimaan tahun 2024 triwulan 1, yaitu bulan Januari hingga Maret dengan realisasi penerimaan triwulan yang sama di tahun 2025.
“Hasilnya baru bisa terlihat pada bulan April dan Mei 2025. Sehingga apakah dilakukan penyesuaian target baik nantinya akan turun ataupun naik bisa terlihat di bulan Juni 2025,” kata Adhi Isnanto.
Dia mengatakan, guna mengoptimalkan serapan pajak hotel dan restoran, BPKPD telah menyiapkan langkah dan upaya. Salah satunya adalah secara rutin melakukan pendataan terhadap objek pajak baru.
“Ini tidak terbatas pada pajak hotel dan restoran saja. Namun juga mencakup semua jenis pajak yang menjadi kewenangan daerah,” ujarnya.
Sementara itu, bisnis perhotelan di Kota Salatiga diprediksi bakal terdampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Pasalnya, sebagian besar okupansi (tingkat hunian) hotel ditopang dari kegiatan yang diselenggarakan instansi pemerintah dari berbagai daerah.
Marketing Communication Laras Asri Resort & Spa, Vinkan Sunggar, mengatakan bahwa selama ini Kota Salatiga menjadi salah satu tujuan meetings, incentives, conventions, dan exhibitions (MICE) berbagai daerah baik di Jawa Tengah maupun daerah lainnya.
Ia menilai, adanya kebijakan efisiensi anggaran tentu akan mengurangi kegiatan di luar daerah.
“Nah, kebijakan pengurangan kunjungan kerja tentunya akan berimbas pada okupansi hotel, termasuk di Laras Asri Resort & Spa. Dan hal itu, sudah kami rasakan. Okupansi hotel menurun jika dibandingkan tahun kemarin,” katanya.
Menurutnya, tingkat okupansi saat ini kemungkinan menurun hingga 50 persen. Meski begitu, saat ini di tempatnya bekerja belum ada pengurangan karyawan.
“Kemungkinan pengurangan karyawan ada, jika okupansi terus menurun selama beberapa bulan. Untuk mengantisipasi turunnya jumlah okupansi hotel secara drastis, kami harus lebih gencar melakukan promosi,” terangnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Lingkarjateng.id)