SEMARANG, Lingkarjateng.id – Polda Jawa Tengah (Jateng) dan jajaran bertekad mengurangi gangguan kamtibmas agar Ramadhan menjadi bulan yang sejuk dan nyaman untuk beribadah. Untuk itu, Polda Jateng mengimbau warga masyarakat agar mengisi bulan Ramadhan dengan hal-hal positif.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Polda Jateng, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy, Minggu (17/4). Dia mengatakan, semua itu agar kegiatan masyarakat berjalan lancar dan melakukan cipta kondisi toleransi antar umat beragama di masyarakat semakin meningkat.
“Kami imbau juga agar sejumlah warga yang mengisi Ramadhan dengan budaya bakar petasan dan perang sarung untuk sedapat mungkin meninggalkan kebiasaan tersebut,” kata Kombes Pol M Iqbal Alqudusy.
Jajaran Polda Jateng sendiri, lanjut Kabid Humas, sudah melakukan upaya pencegahan dan penindakan terkait petasan dan perang sarung.
Jual Bahan Baku Mercon Secara Online, 3 Tersangka Ditangkap Polisi di Kudus
“Jajaran kepolisian sudah menangani banyak kasus terkait mercon dan ditindak tegas. Beberapa orang ditangkap dan diproses hukum karena kasus jual beli bahan peledak yang akan dijual secara online maupun langsung,” ungkap dia.
Terakhir, kasus yang ditangani jajaran Polda Jateng adalah penangkapan tiga tersangka penjual bahan pembuat petasan atau mercon oleh Polres Kudus pada Sabtu (9/4) lalu.
“Pada kejadian itu, polisi menangkap tiga tersangka dan menyita sebanyak 32,4 kilogram obat mercon siap pakai. Para tersangka menjual secara offline maupun online dengan harga Rp160.000 per kilogram. Sekarang mereka sudah menjalani proses hukum. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat pasal 1 ayat (1) UU Darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman penjara paling lama 20 tahun,” terang dia.
Lebih lanjut, petasan atau mercon adalah bahan peledak yang bisa menimbulkan kerugian moril maupun materiil. Sehingga, membuat, menyimpan, mengedarkan dan menyalakan petasan merupakan perbuatan pidana.
Polda Jateng Gelar Sidak Minyak Goreng
Sedangkan terkait perang sarung, kebiasaan tersebut masih dilakukan kalangan masyarakat khususnya remaja dan anak-anak untuk mengisi waktu pada malam hari.
“Perang sarung bisa melukai bagian tubuh atau bagian kepala. Selain itu, budaya perang sarung bila dibiarkan dapat berkembang menjadi aksi gesekan antar kelompok dan berpotensi pada jatuhnya korban jiwa,” ungkap dia.
Kabid Humas tersebut mencontohkan aksi penganiayaan terhadap pelajar warga Tegal bernama Catur Setiawan. Remaja kelahiran tahun 2003 itu meninggal dunia setelah dianiaya dua orang di depan SMPN 3 Slawi pada Minggu (10/4) dini hari.
“Bermula dari janjian sejumlah remaja untuk perang sarung. Korban yang mencari sarungnya yang tertinggal di depan SMPN 3 Slawi bertemu dengan sejumlah orang. Kemudian timbul cekcok dan aksi perkelahian yang berakibat korban meninggal dunia,” papar dia.
Hendak Tawuran Sarung, 11 Remaja di Semarang Berhasil Diciduk
Terkait fenomena perang sarung, Kabid Humas juga menyatakan polres jajaran Polda Jateng sudah melakukan penindakan terkait hal ini. Kebanyakan pelakunya adalah kalangan remaja atau pelajar.
“Bila tidak terjadi tindak pidana, dilakukan langkah pembinaan yang melibatkan unsur sekolah dan orang tua. Namun bila ada unsur pidana, maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” imbuh dia.
Kabid Humas mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif agar budaya membakar petasan dan perang sarung di bulan Ramadhan bisa dihilangkan atau diminimalisir.
“Bila ada yang mengetahui pelanggaran terkait petasan atau mercon serta aksi perang sarung, silahkan melaporkan ke polisi terdekat,” tutup dia. (Lingkar Network | Adhik Kurniawan – Koran Lingkar)