KAB. SEMARANG, Lingkarjateng.id – Para pekerja dan unsur buruh di Kabupaten Semarang menolak menandatangani berita acara hasil sidang bersama Dewan Pengupahan terkait penetapan upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2025.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang menggelar sidang penentuan UMK bersama Dewan Pengupahan, unsur pekerja, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada Senin, 9 Desember 2024.
“Dalam sidang tersebut belum menemukan kesepakatan antara beberapa unsur pada sidang Dewan Pengupahan itu. Bahkan kami menolak menandatangani berita acara, karena kenaikan UMK yang sudah ditetapkan ini tidak sesuai dengan tuntutan kami,” kata Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Semarang, Nurdin Makruf, pada Minggu, 15 Desember 2024.
Nurdin menyatakan bahwa pihaknya tetap mengusulkan kenaikan UMK Kabupaten Semarang tahun 2025 di luar Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024.
“Di mana dalam peraturan tersebut menyebutkan jika kenaikan UMK tahun 2025 nanti sebesar 6,5 persen. Adapun usulan dari pekerja di Kabupaten Semarang ini sebesar 8 hingga 10 persen,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam Permenaker 16 Tahun 2024 pada pasal 5 ayat 4 tertuang indeks tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf C di mana ini merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota.
“Yaitu dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja atau buruh, serta berpatok pada prinsip-prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja dan juga buruh,” tegasnya.
Oleh karena itu, lanjut Nurdin, para pekerja di Kabupaten Semarang mengusulkan kenaikan upah harus memperhatikan tiga aspek yaitu memenuhi KHL, daya beli, dan disparitas upah.
“Kami mendorong untuk kenaikan UMK untuk memenuhi KHL di Kabupaten Semarang ini yaitu sebesar Rp 3.193.256,” tandas Nurdin.
Nurudin mengatakan bahwa pihaknya berpatokan pada hasil survei yang sudah dilakukan oleh seluruh serikat pekerja di Kabupaten Semarang tepatnya pada November tahun 2024.
“Dasarnya perhitungan KHL ini adalah menggunakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 tentang komponen dan pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak,” ucapnya.
“Dan karena sidang tidak mengakomodasi usulan kami, maka kami dari serikat pekerja tidak menandatangani berita acara rapat Dewan Pengupahan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Semarang, Taufiqurrahman, mengatakan bahwa Dewan Pengupahan menyepakati usulan UMK sesuai Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025.
“Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 tersebut, menegaskan bahwa kenaikan UMK tahun 2025 adalah sebesar 6,5 persen dari UMK tahun 2024. Dan kenaikan 6,5 persen tersebut, diatur pada pasal 5 ayat 2 yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu,” jelasnya.
Menurutnya, tambahnya indeks tertentu tersebut merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja.
“Ini sekaligus mempertimbangkan prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi pekerja. Dan hal itu tertulis pada ayat 3 dan ayat 5 pasal 5 Permenaker 16 Tahun 2024,” tandas Taufiq. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)