SEMARANG, Lingkarjateng.id – Buntut permasalahan Nenek Jumirah (63) dengan Kades dan Kadus Dusun Balekambang, Desa Kandangan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang berakhir berdamai pada Senin, 19 Juni 2023.
Kuasa Hukum Jumirah, Ricky Ananta mengatakan bahwa pihak penggugat telah melakukan kesepakatan dengan tergugat 2 dan 3 dengan Nomor Perkara 38/PGDT/2023/PNUNR itu.
“Kami atas nama klien kami pihak penggugat yakni Jumirah, telah mencabut perkara 38 tersebut, dan dasarnya adalah penggugat atau Jumirah telah melakukan kesepakatan damai dengan sebagian tergugat, yakni tergugat 2 dan 3 alias Kades dan Kadus Balekambang, Desa Kandangan, Bawen,” katanya di Pengadilan Negeri Ungaran, Senin (19/6).
Ricky menyebutkan, perkara antara Kades dan Kadus dengan Jumirah tidak dilanjutkan lantaran seluruh tuntutan telah resmi dicabut.
“Ya kami tidak melanjutkan perkara 38 tersebut dan kami mencabut secara keseluruhan di perkara 38 tersebut. Namun dalam putusan hakim dasar kami mencabut gugatan tersebut adalah adanya perdamaian yang dilakukan antara Jumirah dengan Kades dan Kadus Balekambang, Kandangan, Bawen,” bebernya.
Tidak hanya itu, Jumirah yang diwakili kuasa hukumnya menyampaikan permintaan maaf atas kesalahpahaman menerima informasi sehingga menyebabkan kegaduhan di Desa Kandangan.
“Pihak Jumirah juga menyatakan permohonan maaf kepada Kades dan Kadus Desa Kandangan, atas kesalahan informasi yang didapat. Sehingga upaya hukum perdamaian ini bisa terlaksana dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Kecamatan Bawen yang sudah memfasilitasi upaya damai,” imbuh Ricky.
Dian Risandi Nisbar selaku Kuasa Hukum yang lain mengungkapkan bahwa untuk tergugat 1, yakni tim apprasial atau pengguna anggaran nantinya akan dilakukan upaya hukum lainnya.
“Jika dilihat dari selesainya perkara 38 ini karena ada upaya perdamaian yang telah terealisasi, maka tim apprasial atau pengguna bayar maka secara otomatis pun juga sudah selesai. Tapi kami tegaskan, bahwa kasus ini juga belum masuk perkara pokok, sehingga akan ada upaya-upaya lain untuk mendapatkan keadilan bagi Jumirah,” tegas pria yang disapa Sandi itu.
Sebab pihak Jumirah merasa diksi yang digunakan tergugat juga menjadi penyebab kerancuan.
“Karena jujur kami keberatan dengan istilah bahasa kelebihan bayar atau salah perhitungan bayar, sehingga nantinya akan kami lakukan upaya hukum yang lain untuk tim pengguna bayar atau apprasial ini,” jelasnya.
Adapun kuasa hukum dari tim apprasial, Kades dan Kadus Balekambang, Desa Kandangan, Bawen, Muhammad Sofyan mengaku bahwa dengan dicabutnya perkara gugatan Jumirah menjadi puncak hasil sidang mediasi.
“Ya hasil ini tentunya telah melewati banyak persidangan mediasi yakni 2 sampai 3 kali persidangan yang kami lakukan di PN Ungaran, disepakati dengan hasil perdamaian antara Jumirah dengan Kades dan Kadus Balekambang,” ungkap Sofyan.
Selain itu, perdamaian antara ketiga belah pihak tersebut sudah tertera pada sebuah surat perjanjian perdamaian.
“Surat perjanjian perdamaian itu juga dibubuhi tanda tangan Kepala Kecamatan Bawen, dengan isi salah satu pokok kesepakatan adalah baik Jumirah, Kades, dan Kadus Balekambang sepakat tidak melanjutkan perkara 38 tersebut sampai masuk pada pokok perkara. Dan juga pihak Jumirah sanggup menyatakan permohonan maaf dan pokok perdamaian melalui konferensi pers,” sebutnya.
“Dan tentunya saya sebagai kuasa hukum tergugat 2 dan 3 yakni Kades dan Kadus Balekambang menyatakan idealnya perkara seperti ini memang harus selesai dengan cara perdamaian. Karena dasarnya perkara ini muncul dan menjadi polemik adalah pada istilah atau bahasa “kelebihan bayar”, sehingga dengan hasil damai seperti ini kami harap bisa menginspirasi pihak-pihak lainnya,” imbuh Sofyan.
Untuk diketahui Jumirah telah mengunggat tiga orang dalam perkara ganti rugi pembebasan lahan proyek pembangunan Tol Yogya-Bawen, yakni tergugat satu tim apprasial, kemudian Kepala Desa (Kades) Kandangan, Pariyanto, dan Kepala Dusun (Kadus) Balekambang, Hartomo.
Kasus kelebihan bayar ini bermula saat Jumirah menerima ganti rugi sebesar Rp 4 miliar pada Desember 2022 lalu, tapi dirinya dimintai uang dari pihak Kadus sebesar Rp 1 miliar. Kasus ini sempat viral di media sosial, dan pihak Kadus dan Kades setempat mengajak untuk meluruskan masalah tersebut.
Pihak tergugat sebelumnya menjelaskan kepada Jumirah bahwa kelebihan bayar tersebut didasarkan pada kesalahan perhitungan aprisial tanaman di lahannya yang mendapat ganti rugi. Pohon jati yang jumlahnya sekitar 2.298 batang di lahan Jumirah sebelumnya dimasukkan kategori tanaman sedang seharga Rp 400 ribu per batang. Setelah dicek kembali, ternyata masuk kategori tanaman kecil seharga Rp 50 ribu. Sehingga kelebihan sebesar Rp 350 perbatang itu jika dikalikan mencapai Rp 902 juta. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)