JAKARTA, Lingkarjateng.id – Dalam dalam Dialog Publik Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bekerja sama dengan Institute for Politics, Peace and Security Studies (IPPSS) yang dipublish di kanal Youtube FISIP UMJ, Ketua Panitia Asep Setiawan menyebutkan isu sentral. Di mana Indonesia akan mengalami pergantian kepemimpinan nasional 2024, namun demikian ada sejumlah kepala daerah yang masa jabatannya habis pada tahun 2022 dan 2023.
Ia menyebut, akan terjadi pergantian kepala daerah dengan total 272 orang, dari sekitar 514 kabupaten kota dan 34 provinsi. Menurutnya, ini adalah sebuah angka yang sangat besar untuk negara Indonesia.
“Yang jadi persoalan Pilkada serentak 2024, persoalan yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana proses politiknya, bagaimana keterwakilan para pejabat sementara ini apabila memang ditunjuk. Ini merupakan salah satu tantangan bangsa Indonesia karena kita sudah komitmen melaksanakan demokrasi dengan pemilihan secara langsung. Tapi karena ini masa transisi, inilah yang akan jadi pembahasan penting. Bagaimana transisi kita menuju Pilkada langsung 2024,” jelas pria yang juga menjabat Kepala Prodi MIPOL FISIP UMJ ini.
Sebagai narasumber, Kasubdit Wilayah IV Dit. FDKH dan DPRD, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Saydiman Marto menyebutkan sejumlah isu dan agenda nasional menjelang Pilkada 2024.
Kemendagri Ungkap Persyaratan dan Alur Penunjukan Pj. Bupati/Walikota
“Di bulan Mei ini sudah ada yang habis. Baik itu kepala daerah gubernur, bupati, maupun walikota yang merupakan hasil Pilkada 2018. Habis di tahun 2023. Nah itulah bagaimana dengan mekanisme pengisiannya,” beber Saydiman Marto, yang juga merupakan dosen STPDN ini.
Bagi Saydiman, pemerintah saat ini dalam kapasitasnya melaksanakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 di Pasal 9 yang menyatakan bahwa kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur itu diangkat penjabat gubernur dengan pejabat gubernur yang bersumber dari JPT Madya. Dalam hal pergantian jabatan tersebut, Kemendagri sudah melakukan mapping, mengatur pengisian dengan Undang-undang yang berlaku serta regulasi dan mekanismenya.
Narasumber lain, Fahira Idris, anggota DPD RI Dapil Provinsi DKI Jakarta, mengatakan jika bicara tentang Pemilu dan Pilkada serentak 2024 ini harus dilihat sebagai sebuah transisi dan kebijakan politik hukum nasional yang akan mengakibatkan imbas dari kebijakan tersebut. Bagi Fahira, ini berarti hampir setengah wilayah Indonesia akan dipimpin kepala daerah yang bukan dipilih langsung oleh rakyat sampai terpilih kembali kepala daerah hasil Pilkada 2024.
“Yang perlu mendapat perhatian dan catatan adalah beberapa hal krusial. Persoalan krusial menyangkut pergantian itu seperti kepala daerah bukan dipilih langsung oleh rakyat, masa jabatan PJ 1 tahun sampai lebih dari 2 tahun, menghadapi agenda nasional Pemilu dan Pilkada 2024, ketersediaan SDM, polemik rujukan utama aturan pengisian PJ dan tantangan yang begitu kompleks jika pandemi belum juga berakhir,” paparnya.
Kriteria Khusus Pengisian Pj. Gubernur, Ini Syarat dan Alurnya
Sedangkan narasumber ketiga, Ketua KPU RI Ilham Saputra lebih banyak menyoroti regulasi serta dinamika kepemiluan yang akan dihadapi KPU RI. Kompleksitas kepemiluan ini mesti dilandasi beberapa pertimbangan, seperti: tahapan yang efisien dan efektif, tahapan tidak menjadi pemicu konflik yang semakin luas, waktu yang cukup bagi partai politik untuk menyiapkan syarat pencalonan untuk Pilkada 2024, dan perlu memperhatikan hari libur keagamaan dan nasional.
“Untuk itu perlu strategi mempersiapkan tahapan tersebut. Strategi-strategi yang diperlukan antara lain : memperkuat kerja sama antar lembaga dan instansi, memperkuat penggunaan teknologi informasi dalam pemilu, menyusun tahapan pemilu dan pemilihan dengan memperhatikan implikasi, mengoptimalkan kapasitas dan manajemen SDM dan mengoptimalkan anggaran di setiap tahapan pemilu dan pemilihan,” jelasnya.
Narasumber keempat, Dosen Magister FISIP UMJ, Sri Yunanto lebih banyak menjelaskan soal dampak politik dan bagaimana legitimasi politik. Yunanto juga mengingatkan akan isu-isu rawan gerakan massa dan radikalisme. Di sisi lain, Yunanto juga mengajukan beberapa rekomendasi terkait kemungkinan adanya dampak politik menjelang 2024 nanti.
Menurutnya, salah satu rekomendasi adalah jangan sampai ada tabrakan antara parpol, masyarakat dan pemerintah. Selain itu, penggantian juga harus memiliki legitimasi politik yang tinggi sebagaimana legitimasi politik yang digantikan. Juga, perlunya efektivitas pemerintahan dan jaminan netralitas. (Lingkar Network | Lingkarjateng.id)