PATI, Lingkarjateng.id – Gerakan Masyarakat Antipungli (Germap) menyambangi kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Pati pada Senin, 12 Agustus 2024, untuk audiensi mengenai potensi pendapatan pajak yang bisa didapatkan Pemkab Pati dari sektor karaoke.
Pasalnya, terhitung sejak tahun 2014 hingga sekarang ini, BPKAD tidak lagi menarik pajak dari sektor karaoke yang melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Hanya saja, Ketua Germap Cahaya Basuki (Yayak Gundul) mengaku kecewa lantaran BPKAD tidak bisa membukakan data terkait potensi pendapatan pajak tersebut. BPKAD berdalih segala informasi yang bersifat rahasia diatur dalam Undang-Undang tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
“Hari ini kita menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan jabatan dan pelanggaran Perda yang dilakukan oleh beberapa pejabat di Pemkab Pati. Kita mencari data terkait jumlah potensi pajak yang tidak ditarik terhitung sejak 2014 hingga 2024. Ternyata BPKAD belum bisa memenuhi permintaan kami, karena ada Perdanya,” kata Yayak.
Yayak menjelaskan alasan BPKAD tidak menarik pajak daerah karena keberadaan tempat karaoke, utamanya yang berada di lahan milik PT KAI di Desa Puri Kecamatan/Kabupaten Pati melanggar Perda.
“Kenapa BPKAD tidak menarik pajak? Karena mereka yakin jika karaoke itu melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2013, yang salah satunya jarak antara usaha dan pemukiman harusnya 1.000 meter. Artinya memang melanggar, makanya BPKAD tidak berani,” jelasnya.
Pihaknya pun menyoroti kemungkinan kerugian daerah. Mengingat para pengusaha karaoke itu, berdasarkan statement BPKAD, siap membayar pajak.
“Kenapa saya tanya potensi pendapatan pajak karaoke dari 2014-2024, dikarenakan dimungkinkan akibat kebijakan Pemkab yang tidak menarik pajak karaoke itu justru menyebabkan daerah mengalami kerugian. Hal ini mengacu pada statemennya, bahwa ada perintah untuk tidak menarik pajak karaoke, meskipun pengusaha karaoke itu bersedia membayar. Berarti ini ada unsur kesengajaan untuk tidak menarik pajak karaoke kepada pengusaha karaoke yang menyebabkan pendapatan daerah dan sektor pajak karaoke berkurang,” urainya.
Karena ranah PPID berada di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), dalam waktu dekat Yayak bakal meminta audiensi guna menanyakan berapa besaran potensi pendapatan pajak dari sektor karaoke terhitung sejak tahun 2014 hingga 2024.
“Nanti kita akan ke Diskominfo, karena yang membidangi masalah data dan informasi ada di sana,” tegasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)