SEMARANG, Lingkarjateng.id – Masyarakat saat ini tengah dihadapkan dengan naiknya harga beras di pasaran pasca pelaksanaan Pemilu 2024 dan jelang Ramadan pada Maret bulan depan.
Fenomena ini, dikaitkan oleh kelompok petani karena faktor stok beras yang terkuras pasca pelaksanaan Pemilu 2024.
Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu petani di wilayah Danau Rawa Pening, sekaligus Ketua Forum Petani Rawa Pening Bersatu Kabupaten Semarang, Suwestiyono kepada Lingkar bahwa salah satu penyebab beras saat ini harganya melambung tinggi, disebabkan karena jalannya Pemilu 2024.
“Ya ini berdasarkan banyak informasi dari para petani ya mbak, bahwa beras sekarang mahal karena stoknya terkuras pasca Pemilu 2024. Banyak kemarin yang bagi-bagi sembako atau bansos, jadi stok berkurang, dan harga jadi mahal,” katanya, Rabu, 21 Februari 2024.
Suwestiyono juga menyampaikan bahwa, alasan lain kenapa harga beras mahal saat ini disebutkannya selain faktor cuaca juga adanya permainan harga di tingkat pedagang.
“Seperti biasa momen-momen tertentu, tidak Pemilu sekarang ini, bahkan sebentar lagi mau Ramadan ya bisa jadi biasanya faktor permainan harga di tingkat pedagang,” lanjutnya.
Pihaknya juga menjelaskan, bahwa kondisi saat ini di petani Rawa Pening sendiri hanya bisa panen tiga per empat dari luas lahan 1.000 hektar (Ha) yang ada di beberapa wilayah Rawa Pening.
Hal itu juga disebabkan karena sawah yang ada di sekitar wilayah Rawa Pening itu terendam air, akibat curah hujan yang tinggi dan juga adanya kegiatan proyek nasional revitalisasi Danau Rawa Pening.
“Situasi yang terjadi di sekitar Rawa Pening ini, memang petani sudah selama dua tahun ini tidak bisa tanam, apalagi panen. Dan kami baru bisa tanam di tahun kemarin, dan bisa panen sekitar di bulan Agustus sampai Oktober tahun kemarin, dan kami rasa stok panen kami yang tiga per empat dari lahan 1.000 Ha itu, bisa cukup untuk stok beras selama satu tahun, belum dari daerah lain,” jelasnya.
Suwestiyono juga membeberkan, bahwa dua tahun lamanya petani di sekitar Rawa Pening tidak bisa panen, dikarenakan adanya pembangunan proyek nasional revitalisasi Danau Rawa Pening.
“Karena tanahnya tidak rata, akibat untuk tempat menumpuk enceng gondok dari proses revitalisasi itu, makanya tidak bisa ditanami. Dan panen kemarin pun juga lahan lain, itupun hanya bisa tiga per empat saja dari lahan seluas 1.000 Ha, karena banyak air di sawah kami. Termasuk, saat ini belum bisa tanam karena sawah terendam air,” ungkap Suwestiyono.
Lahan sawah yang penuh dengan air hingga menyebabkan belum bisa menjalani proses tanam padi itu sendiri, disebabkan curah hujan yang tinggi dan naiknya debit air di Danau Rawa Pening.
“Kita tahu mbak, Demak, Kudus, bahkan Grobogan lagi banjir sekarang ini, jadi pintu air di Tuntang itu ditutup sampai sekarang, untuk mengurangi debit air yang mengalir ke wilayah bawah seperti Demak, Kudus, dan Grobogan. Tapi akibatnya juga, air di Danau Rawa Pening ini penuh, dan air keluar hingga menggenangi sawah-sawah petani di sini. Jadi ya memang serba bingung, jika pintu air di Tuntang itu dibuka, bawah pasti banjir lagi mbak, kalau ditutup sawah kami terendam air yang debit airnya tinggi ini,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa jika dalam kondisi normal, tidak ada beberapa permasalahan tersebut, biasanya petani di sekitar Danau Rawa Pening ini bisa menghasilkan 10 sampai 12 ton hasil panen padi.
“Kalau normal, tidak ada permasalahan ini semua, dalam satu lahan seluas 1.000 Ha itu kita bisa panen 10 sampai 12 ton, belum lahan yang lainnya. Oleh karena itu, kami juga minta kepada banyak pihak baik pemerintah pusat dan daerah untuk mari kita selesaikan masalah ini bersama-sama, demi kebaikan bersama juga,” harapnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)