PATI, Lingkarjateng.id – Warga Trangkil yang khawatir dengan pembangunan Pabrik Sepatu di wilayahnya, terpaksa wadul ke DPRD Pati. Pasalnya, mereka mengaku dipaksa menjual tanah mereka yang merupakan lahan produktif untuk diubah menjadi lahan industri.
Dalam audiensi yang turut mengundang perwakilan dari Pabrik Sepatu dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUTR) Pati, perwakilan warga Trangkil, Abdul Azis, mengatakan ada pihak pabrik yang memaksa mereka menjual tanahnya.
“Ada dari pihak pabrik yang memaksa kami (petani, red) untuk menjual tanah dan dijadikan pabrik sepatu. Padahal lahan kami adalah lahan subur yang masih produktif untuk pertanian,” ujarnya Abdul Aziz saat audiensi di Gedung DPRD Pati, Selasa (22/3).
Dalam audiensi tersebut, masyarakat Trangkil menyampaikan keluhan akan rencana PT. Hwaseung Indonesia (HWI) mendirikan pabrik sepatu di lahan produktif pertanian di sejumlah desa yang ada di Kecamatan Trangkil. Di antaranya: Desa Pasucen, Ketanen, Tegalharjo, dan Mojoagung.
Menanggapi hal tersebut, Sugito selaku perwakilan dari PT. Hwaseung Indonesia (HWI) membantah pernyataan tersebut. Pihaknya mengaku hanya melakukan sosialisasi terhadap warga Trangkil, bukan memaksa untuk menjual.
DPRD Pati Minta Pembangunan Pabrik Sepatu Dihentikan Sementara
“Kami belum memutuskan untuk mendirikan pabrik di wilayah Kecamatan Trangkil. Untuk cukong-cukong yang datang ingin membeli tanah petani itu tidak benar, karena saya sendiri yang turun ke lapangan untuk mensosialisasikan rencana ini kepada petani,” bebernya.
Sugito pun menegaskan bahwa pihaknya belum memutuskan membeli tanah warga Trangkil, karena harga yang diminta terlalu tinggi. “Harga yang diminta petani cukup mahal, jadi pihak kami belum memutuskan apakah akan berinvestasi di sana,” imbuhnya.
Menanggapi keluhan warga dan pernyataan dari pihak pabrik, Ketua DPRD Pati Ali Badrudin meminta agar rencana pembangunan pabrik sepatu tersebut dihentikan terlebih dahulu. Ia juga berjanji, akan bekerja sama dengan panitia khusus (pansus) dan koordinasi dengan pihak DPUTR Pati untuk mengurai masalah peralihan lahan produktif menjadi lahan industri yang luasnya cukup fantastis.
“Tentu kami akan menyelesaikan permasalahan ini bersama dengan tim pansus dan pihak DPUTR Pati. Dulu itu lahannya tidak sampai 1.000 hektare, kok sekarang sampai segitu. Kami juga akan mencari tahu pihak-pihak yang bermain di dalamnya,” janjinya.
Rencana Pabrik Sepatu Terhalang Restu, DPRD Pati: Gunakan Lahan Tidak Produktif
Pernyataan senada juga dikemukakan, anggota DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo. Ia mengaku cuup terkejut dengan luasan lahan yang hendak digunakan untuk pembangunan pabrik sepatu di Trangkil itu. Menurutnya, Kecamatan Trangkil memiliki potensi sebagai industri rumahan atau home industri, sehingga tidak cocok didirikan industri skala besar.
“Ini aneh menurut saya. Data dari DPUPR, wilayah Trangkil itu cocoknya untuk home industri. Seperti yang kita ketahui bahwa di Trangkil dan sekitarnya termasuk Margoyoso, ada pabrik-pabrik skala kecil, misal ketela atau singkong yang diproduksi menjadi tepung tapioka,” ujarnya.
Ia juga heran dengan luas lahan industri Kecamatan Trangkil yang mencapai 1.000 hektare lebih. Anggota Komisi C dari Fraksi PDI-P ini pun membandingkan kasus ini dengan berdirinya pabrik garmen PT. Seijin di Kecamatan Margorejo.
“Luasnya lahan untuk industri sampai 1.000 hektare ini terlalu besar mengingat Trangkil adalah wilayah produktif, terutama untuk pertanian dan home industri. Jangan sampai seperti PT. Seijin. Laporan awal PT. Seijin hanya seluas 5 hektare, tetapi sekarang sudah mencapai 40 hektare,” tambahnya.
Bersama dengan anggota dewan yang lain, ia berjanji akan mengawal kasus tersebut hingga tidak terulang kembali seperti PT. Seijin yang menelan luas lahan hingga puluhan hektare. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)