KUDUS, Lingkarjateng.id – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyebut akan menyesuaikan porsi jalur zonasi berdasarkan jenjang pendidikan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Abdul Muti menegaskan bahwa meski saat ini menjadi polemik, kebijakan zonasi memiliki tujuan mulia, seperti memastikan akses pendidikan berkualitas bagi semua anak dan mendorong inklusi sosial.
Namun, ia mengakui bahwa mekanisme pelaksanaannya masih perlu penyempurnaan agar lebih adil dan transparan.
“Salah satu usulan yang kami terima adalah penyesuaian porsi zonasi. Untuk jenjang SD, misalnya, porsi domisili dapat diperbesar mengingat kedekatan lokasi sangat penting bagi anak usia dini,” ujar Abdul Mu’ti saat menghadiri sarasehan “Ramah Tamah Hari Guru Nasional 2024” di Pendopo Kabupaten Kudus pada Sabtu malam, 30 November 2024.
“Sementara untuk jenjang SMA, ada wacana menggantinya dengan sistem rayonisasi karena keterbatasan jumlah SMA di beberapa kecamatan,” sambungnya.
Mekanisme zonasi berdasarkan domisili juga kerap menuai kritik. Abdul Mu’ti menyebutkan bahwa pengukuran jarak antara rumah dan sekolah perlu ditinjau ulang.
“Ada keluhan tentang penggunaan koordinat rumah dan gerbang sekolah. Sampai-sampai ada yang bercanda soal bawa meteran. Ini tentu harus disederhanakan dan diperjelas,” katanya.
Meski banyak tantangan, Abdul Muti menekankan pentingnya semangat zonasi dalam mengurangi pemisahan golongan dalam pendidikan.
Ia mengajak masyarakat untuk mendukung kebijakan ini sembari bersama-sama mencari solusi atas berbagai hambatan yang ada.
“Kami sudah melakukan empat kali evaluasi dan menerima banyak masukan. Langkah-langkah penyempurnaan akan terus kami lakukan agar zonasi benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi semua,” ucapnya.
Meski demikian, keputusan akhir soal zonasi PPDB masih menunggu hasil rapat kabinet.
“Nantinya akan dibahas di sidang kabinet. Kami sudah empat kali melakukan kajian memang semangatnya tetap ada zonasi,” jelasnya.
Ia juga menyoroti kekhawatiran masyarakat terkait sistem penerimaan siswa melalui jalur prestasi. Menurutnya, perlu ada panduan baku mengenai jenis prestasi yang diakui.
“Banyak yang bertanya, apakah prestasi olahraga di tingkat klub bisa diterima? Atau apakah juara nasional olahraga tertentu diutamakan? Ini perlu kejelasan agar tidak menjadi wilayah abu-abu,” pungkasnya. (Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Lingkarjateng.id)