PATI, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati mengirimkan sampel tanah gerak yang terjadi di Dukuh Guyangan, Desa Purworejo, Kecamatan/Kabupaten Pati, ke Laboratorium Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) untuk diteliti lebih lanjut.
Penjabat (Pj.) Bupati Pati, Sujarwanto Dwiatmoko, mengatakan bahwa daerah di lokasi tanah gerak tersebut memiliki tanah jenis lempung yang berkarakter mudah mengembang.
“Tanah di lokasi tanah gerak berjenis tanah lempung, berkarakter mudah mengembang. Tanah jenis tersebut memiliki kadar air atau swelling clay, sehingga ketika lempung tersebut menyusut berpotensi terjadi rekahan yang besar dan ini sangat membahayakan,” ujarnya di Pati, Jawa Tengah, pada Rabu, 11 September 2024.
Ia menyampaikan, kini sampel tanah lempung tersebut sedang dikirim ke Laboratorium Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah (Jateng) untuk mengetahui tingkat penyusutan, tingkat tanah kekurangan air, serta kadar air yang baik agar tanah tersebut tidak pecah dan terjadi rekahan.
“Agar tanah tersebut tidak pecah dan terjadi rekahan, sekarang tanah tersebut sedang kita kirim ke lab agar kita tahu seberapa susut tingkat kekurangan air dan berapa kadar air paling bagus agar tanah tidak pecah,” jelasnya.
Setelah mengetahui hasil laboratorium, pihaknya baru dapat menentukan langkah untuk men-treatment atau memberi perlakuan yang tepat terhadap tanah supaya tetap stabil.
Diketahui sebelumnya, tercatat sebanyak 21 rumah dan ruko di Dukuh Guyangan, Desa Purworejo, Kecamatan/Kabupaten Pati, mengalami kerusakan karena tanah bergerak pada Sabtu malam, 7 September 2024.
Kejadian itu mengakibatkan 18 rumah mengalami kerusakan ringan, dua rumah, dan satu kios rusak berat. Kerusakan terdiri dari retakan yang memanjang, baik di tanah, dinding, lantai, maupun atap. Beberapa tanah dan rumah pun ada yang ambles hingga kedalaman 50 sentimeter.
Kepala Pelaksana Harian (Plh.) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pati, Martinus Budi Prasetya, telah menerjunkan Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk meninjau lokasi.
Ia menduga peristiwa tersebut dipengaruhi beberapa faktor seperti berkurangnya batas ambang basah sungai, tembok penahan tanah yang kurang stabil, serta terdapat bangunan yang berdiri di bantaran sungai. (Lingkar Network | Mutia Parasti Widiawati – Lingkarjateng.id)