SALATIGA, Lingkarjateng.id – Sejak menjelang perayaan Natal dan tahun baru (Nataru), harga cabai di pasar tradisional se-Kota Salatiga terus melonjak. Bahkan, pada Jumat, 27 Desember 2024, harga cabai merah keriting tembus Rp 70.000 per kilogram.
Pedagang cabai di Pasar Rejosari Salatiga, Sumiyati, menuturkan bahwa kenaikan harga cabai terjadi sejak pertengahan Desember lalu.
Menurutnya, kenaikan harga cabai disebabkan oleh stok di tingkat produsen yang menipis dan adanya peningkatan permintaan konsumen.
“Kalau stok di petani sedikit, harga cabai di Salatiga pasti naik. Tapi kalau stoknya banyak dan pasokan lancar, harga murah,” katanya pada Jumat, 27 Desember 2024.
Menurutnya, sejak menjelang Natal lalu, ada peningkatan permintaan cabai sementara pasokan dari distributor mengalami penurunan. Hal itu menyebabkan harga cabai di pasaran saat ini melambung tinggi.
“Selang beberapa hari kemudian, Harga cabai sempat turun, tapi sekarang naik lagi,” ujarnya.
Ia menyebut, selain harga cabai merah keriting yang menyentuh Rp 70.000 per kilogram, kenaikan harga juga terjadi di sejumlah jenis cabai lain.
Menurutnya, harga cabai merah teropong saat ini tembus Rp 60.000 per kilogram, cabai rawit merah naik menjadi Rp 60.000 per kilogram, dan cabai rawit hijau Rp 45.000 per kilogram.
Harga cabai di Pasar Blauran dan Pasar Raya Salatiga juga naik. Saat ini, harga cabai merah keriting di Pasar Blauran per kilogram berkisar Rp 60.000, cabai merah teropong Rp 52.500, cabai rawit merah Rp 60.000, dan cabai rawit hijau Rp 45.000.
Kenaikan harga cabai ini pun dikeluhkan oleh ibu-ibu rumah tangga di Kota Salatiga. Mereka terpaksa mengurangi pemakaian cabai saat memasak agar pengeluaran harian tidak membengkak.
“Saat harga cabai tinggi, mau tidak mau harus mengurangi masakan pedas. Sebab kalau dipaksakan, uang bulanan tidak cukup,” ucap Lastri, warga Kutowinangun Lor, Kecamatan Tingkir, Salatiga.
Menurutnya, fluktuasi harga cabai sudah menjadi hal biasa. Karena itu, dia sudah terbiasa menyiasati masakan agar anggota keluarganya tetap bisa makan sesuai selera.
“Saat barang kebutuhan pokok naik, ya harus memutar otak agar kebutuhan tetap terpenuhi dan masih bisa memasak sesuai selera,” ujarnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Lingkarjateng.id)