PATI, Lingkarjateng.id – Setelah dua tahun vakum akibat adanya pandemi Covid-19, karnaval sedekah bumi Desa Winong (Winong Kidul), Kecamatan Winong, Kabupaten Pati kembali digelar tahun ini, Selasa (5/7).
Karnaval budaya yang digelar bertepatan dengan tradisi sedekah bumi di Winong Kidul ini, diikuti hampir seluruh warga desa dan berlangsung sangat ramai serta meriah. Setiap warga di masing-masing RT tampil dengan busana unik. Karnaval yang digelar itu berlangsung semakin meriah dengan dihadirkan marching band, musik angklung, dan kesenian barongan.
Toni, salah satu warga Desa Winong mengaku senang adanya arak-arakan budaya ini. Ia pun menyambut baik dengan antusias menyaksikan rangkaian acara sedekah bumi di Winong Kidul.
“Ramai sekali, sudah dua tahun tidak dilaksanakan karena pandemi. Senang bisa ikut karnaval lagi, meriah juga. Apalagi ada drum band dan tontonan lainnya,” ujar Toni.
Acara karnaval ini, menurutnya merupakan karnaval yang paling meriah dan satu-satunya yang dilaksanakan di desa-desa yang ada di Kecamatan Winong untuk tahun ini. Hal ini karena sebelumnya, Desa Pekalongan yang sering mengadakan hal serupa, di tahun ini tidak mengadakan karnaval.
“Ini ramai karena di Desa Pekalongan tidak ada karnaval. Biasanya kan warga Desa Pekalongan dulu baru Winong. Karnaval sini kan ikut desa tetangga itu (Pekalongan),” tambahnya.
Karnaval ini, menurutnya, merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan perayaan sedekah bumi Desa Winong yang jatuh pada hari Sabtu (2/7) kemarin. Diawali dari hajatan umum dan wayang kulit pada hari Sabtu (2/7), lalu dilanjutkan dengan orkes dangdut di hari Minggu (3/7), dan karnaval budaya serta ditutup dengan kesenian Ketoprak pada Selasa (5/7) malam.
Toni mengatakan bahwa, karnaval yang digelar saat tradisi sedekah bumi di Winong Kidul bukanlah kegiatan wajib saat sedekah bumi. Pagelaran wayang kulit lah yang menjadi kesenian wajib untuk dipentaskan.
“Meski kemarin Covid-19 ya tetap ada wayang kulit, meskipun tanpa penonton. Itu kan suatu kewajiban desa. Kalau tidak ada ya akan menyebabkan malapetaka. Masyarakat di sini mempercayai itu dan tidak pernah dilanggar. Kalau karnaval kan baru diadakan tahun-tahun belakangan ini,” pungkasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Koran Lingkar)