PATI – Lingkarjateng.id Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) merupakan salah satu bantuan yang rutin disalurkan setiap bulan oleh pemerintah. Bansos BPNT ini menyasar masyarakat yang masuk dalam kategori keluarga prasejahtera atau rentan dan sudah terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos.
Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak & Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati melalui Kepala Bidang (Kabid) Penanganan Fakir Miskin Tri Haryumi mengatakan, bentuk bantuan BPNT berupa unsur karbohidrat, hewani, nabati, dan vitamin.
Tri Haryumi juga menyampaikan, untuk mekanisme penyaluran BPNT dilakukan melalui agen BRILink. Para penerima manfaat BPNT sesuai regulasi akan mendapatkan bantuan sebesar Rp 200 ribu per bulan.
“Mekanisme penyaluran lewat agen BRILink, dengan menggunakan mesin EDC untuk penggesekan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) akan mendapatkan besaran Rp 200 ribu dan diberikan dalam bentuk barang. Kemudian untuk penyerahan bantuan sesuai regulasi 1 bulan sekali, tapi semua terserah pusat untuk kapan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D),” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Lebih lanjut, Tri Haryumi mengungkapkan, hingga saat ini jatah bansos BPNT bulan Juni-Juli telah cair berupa sembako. Sedangkan, untuk bulan Agustus belum ada perintah pencairan. Pihaknya pun hanya bisa menunggu SP2D dari pusat.
“Pencairannya baru tanggal 22, 23, 24 Agustus untuk jatah bulan Juni-Juli totalnya ada 127.534 KPM, karena SP2D-nya baru turun bulan Agustus sekitar tanggal 16. Sehingga dengan turunnya SP2D itu masyarakat yang dapat bansos BPNT datang ke agen untuk menggesek dulu,” jelasnya.
Setelah itu, lanjutnya, KPM bisa memesan barang untuk diberikan barang baru tanggal 22, 23, 24.
“Tapi untuk realisasinya kami belum tahu, karena biasanya BRI yang memberikan laporan ke kita dan sampai sekarang belum ada laporan,” tuturnya.
Di sisi lain, Tri Haryumi tidak memungkiri adanya kendala dalam proses penyaluran BPNT. Meskipun demikian, pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan evaluasi dan monitoring. Apalagi terkait dengan kondisi bahan komoditas yang diadakan oleh agen.
Pihaknya pun mengajak kepada camat bersama dengan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) untuk ikut serta mengawasi dan melakukan evaluasi apabila terjadi penyelewengan dalam proses penyaluran BPNT.
“Harus jeli kita. Nuwun jangan sampai kita kecolongan. Kadang dari agen sendiri ada unsur apakah tidak berani ataukah ada rasa pekewuh ataupun bagaimana, sehingga pada waktu komoditinya tidak baik, dia diam,” ungkapnya.
Dalam hal ini, pihaknya siap memberikan pembinaan dan pengarahan. Sedangkan camat bertugas sebagai tikor, yaitu tim yang bertugas melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap program bantuan pangan non tunai (BPNT) atau disebut juga bansos sembako tunai.
“Kalau ada misalnya, beras yang tidak bagus atau mungkin timbangannya kurang, kembalikan. Kemudian, peran camat dalam pelaksanaan BPNT ini sebagai tikor. Jadi, hanya sebagai tikor bukan pengeksekusi, bukan main di dalamnya. Seperti Dinas Sosial adalah tikor kabupaten,” tegasnya.
Karena itu, ia menegaskan, tugas camat selaku tikor kecamatan adalah mengawasi lancar tidaknya pelaksanaan pencairannya BPNT.
“Kalau memang tidak bagus komoditinya otomatis diingatkan dan itu didampingi sama Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) khusus pendamping BPNT,” pungkasnya.