SALATIGA, Lingkarjateng.id – Komisi B DPRD Kota Salatiga dalam waktu dekat akan memanggil Dinas Perdagangan setempat untuk klarifikasi terkait kenaikan retribusi yang dikeluhkan pedagang kaki lima (PKL). Komisi B menilai kenaikan retribusi PKL dari Rp1.400 menjadi Rp15.000 per hari memang memberatkan.
“Akan kita panggil segera Dinas Perdagangan untuk mendorong agar dicarikan solusi terbaik. Harapan kami agar bisa dilakukan kaji ulang karena memang dirasa cukup memberatkan pedagang. Namun demikian kita akan dengarkan penjelasan dari Dinas Perdagangan dulu. Semoga saja ada solusi atas keluhan tersebut,” kata Ketua Komisi B DPRD Kota Salatiga M Miftah pada Kamis, 30 Mei 2024.
Miftah menyatakan, Komisi B akan menindaklanjuti keluhan PKL di kawasan Jalan Jenderal Sudirman. Dia menilai harus ada kajian mengenai besaran retribusi yang kenaikannya sangat drastis.
“Harusnya bisa dikaji lagi. Sebab sebuah peraturan kan ada acuannya, misalkan sebenarnya kemampuan pedagang layaknya seperti apa. Kami akan minta dinas (Dinas Perdagangan) agar bisa mengukur kemampuan pedagang,” ujarnya.
Menurutnya, untuk mencari solusi yang tepat, Komisi B juga akan mempertemukan pedagang dengan Dinas Perdagangan. Namun, rencana pertemuan tersebut baru akan dijadwalkan setelah klarifikasi dengan dinas.
“Kita lakukan klarifikasi dulu dengan dinas. Nanti hasilnya seperti apa. Selanjutnya, baru kami undang dinas dan pedagang untuk berembuk bersama,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kota Salatiga, Kusumo Aji, mengatakan kenaikan tarif retribusi PKL diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Salatiga Nomor 1 tahun 2024. Menurutnya, kebijakan kenaikan tarif retribusi dari Rp1.400 menjadi Rp15.000 per hari sudah melalui proses dan tahapan yang berlaku.
Selain itu, Aji juga mengklaim sudah melakukan sosialisasi kepada PKL terkait penerapan tarif retribusi itu.
“Perda disahkan pada Januari 2024 dan baru diterapkan pada 6 Mei 2024. Retribusi itu berlaku bagi PKL yang berjualan di area pasar baik pada siang maupun malam hari,” terangnya.
Dia menjelaskan, lahan yang digunakan untuk berjualan PKL sebenarnya untuk jalan masuk atau akses bagi konsumen ketika mau berbelanja.
“Jika PKL menilai tarif mahal, itu tidak. Karena, penyewa toko-toko juga kena penyesuaian tarif justru dobel mulai tarif sewa berupa pemakaian ruko atau kios dan pelayanan pasar dengan besaran pertahun sekira Rp30 juta ditambah pelayanan pasar harian Rp12.600,” terangnya.
Aji menyebut, alasan lain kenaikan itu adalah munculnya kecemburuan bagi penyewa ruko karena usaha mereka terhalangi. Ke depan, dengan adanya kenaikan tarif retribusi tersebut fungsi pelataran kembali digunakan untuk aksesibilitas dan bukan berjualan karena dinilai mengganggu.
“Makanya, sekarang kami atur, agar PKL yang tetap memilih berjualan di pelataran dengan tarif berbeda. Soal muncul protes, mereka merasa tidak diajak komunikasi, perlu dipahami semua sudah melalui tahapan, baik dari sisi legislatif dan eksekutif melalui kajian mendalam,” ucapnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Lingkarjateng.id)