SEMARANG, Lingkarjateng.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah memberikan tanggapan mengenai program tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan KSPI Jawa Tengah, Aulia Hakim, menilai Tapera sebenarnya mempunyai tujuan yang baik untuk masyarakat dan buruh khususnya di Jateng.
Menurutnya, fakta kebutuhan perumahan untuk buruh, kelas pekerja, dan rakyat adalah kebutuhan primer seperti halnya kebutuhan makanan dan pakaian (sandang, pangan, papan). Bahkan, di dalam UUD 1945 negara diperintahkan untuk menyiapkan perumahan sebagai hak rakyat.
“Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera karena membebani buruh dan rakyat. Setidaknya, kami di KSPI Jateng melakukan kajian dan beberapa analisa sebagai alasan, mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini?” ujarnya pada Kamis, 30 Mei 2024.
Ia menyebut alasan selanjutnya program Tapera belum tepat dijalankan adalah belum adanya kejelasan terkait dengan program tersebut, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung. Jika dipaksakan, kata dia, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.
“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” katanya.
Menurutnya, upah rata-rata buruh Indonesia khususnya di Jawa Tengah yang masih sangat kecil sangatlah bertolak belakang dengan program Tapera yang ingin dijalankan.
Ia mencontohkan seperti UMK kota semarang tahun 2024 adalah Rp3,2 juta per bulan. Bila dipotong 2,5 % per bulan, maka iurannya adalah sekitar Rp80.000 per bulan atau Rp960.000 per tahun. Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp9.6000.000 hingga Rp19.200.000.
“Pertanyaan besarnya adalah apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp9,6 juta atau Rp19,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekalipun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah.
Menurutnya, iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera.
“Sudah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” ungkapnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)