Kades di Pati dan Jajarannya Ramai-Ramai Perjuangkan Insentif RT, Ada Apa?

DEMO: Ratusan Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati demo di depan kantor Bupati Pati pada Kamis, 22 Juni 2023. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

DEMO: Ratusan Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati demo di depan kantor Bupati Pati pada Kamis, 22 Juni 2023. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id –  Sejumlah kepala desa, perangkat desa, rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) se-Kabupaten Pati yang tergabung dalam tergabung dalam FKDI (Forum Kepala Desa Indonesia) demo di depan Kantor Bupati Pati pada Kamis, 22 Juni 2023. Aksi kali ini menuntut jawaban pimpinan daerah Kabupaten Pati terkait hasil audiensi pada 20 Juni lalu, salah satunya terkait insentif RT.

Koordinator aksi demo sekaligus Ketua FKDI, Sutrisno, mengatakan unjuk rasa hari ini lantaran pemerintah gagap dalam merespons tuntutan massa terkait kenaikan tunjangan ketua RT/RW yang selama ini nominalnya dianggap terlalu minim.

“Ini jelas kita melakukan demonstrasi, sewagai bagian dari penyampaian aspirasi di depan umum, dengan masa sebanyak 2000 orang,” tutur Sutrisno.

Sebelum aksi hari ini, pihaknya bersama Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa (Pasopati) Kabupaten Pati telah melakukan audiensi bersama DPRD Pati. Akan tetapi hanya beberapa perwakilan yang menghadap pimpinan dewan.

Dilarang Demo Dewan, Kades dan Jajarannya Tetap Unjuk Rasa di depan Kantor Bupati Pati

Dia menyebut dalam beberapa audiensi yang dilakukan pihaknya hanya mendapatkan jawaban normatif dan datar. Sedangkan Pasopati menginginkan kepastian.

“Audiensi kita yang ke tiga kalinya sudah kita lakukan secara tertulis, maupun secara lisan.

Tetapi nyatanya  hanya ditanggapi biasa saja. Jawabannya datar saja, nanti saya tindaklanjuti, nanti saya upayakan dan cari solusinya,” terangnya.

Sutrisno melanjutkan, tuntutan utama kali ini adalah meminta kenaikan tunjangan atau insentif ketua RT/RW yang setiap tahunnya hanya Rp 500 ribu. Nominal tersebut dalam bahas perundangan merupakan uang kehormatan.

Dia menekankan bahwa tunjangan Rp 500 ribu per tahun terlalu minim. Bahkan menurutnya itu penghinaan bukan kehormatan.

“Kalau kita melihat faktor kelayakan, tentu itu tidak layak untuk kebutuhan RT/RW jika dibandingkan dengan risikonya,” tandasnya. (Lingkar Network | Khairul Mishbah – Koran Lingkar)

Exit mobile version