REMBANG, Lingkarjateng.id – Di bawah bayang-bayang resesi global yang berdampak terhadap perlambatan ekonomi dan imbas dari kenaikan BBM, pertumbuhan realisasi investasi di Kabupaten Rembang justru menunjukan tren peningkatan.
Kepala Bidang Penanaman Modal Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Rembang, Rofieq Pahlevi menyampaikan, pertumbuhan realisasi investasi triwulan III tahun 2022 tumbuh sebanyak Rp225.903.513.513 dengan potensi serapan tenaga kerja sebanyak 5.110 orang.
“Trend kita itu naik, dan kenaikannya ini juga diikuti dengan kenaikan tenaga kerja. Jadi rata-rata di triwulan I, triwulan II, dan triwulan III itu kita ada kenaikan 5 ribu tenaga kerja,” kata dia.
Selain itu, lanjut dia, terdapat penambahan sebanyak 604 pelaku usaha skala usaha mikro kecil (UMK) dan 1 pelaku usaha skala Non UMK. Jika ditotal, saat ini realisasi investasi di Kabupaten Rembang mencapai Rp930.681.449.206 atau 93 persen dari target yang telah ditetapkan pada RPJMD.
Dikatakannya, dari capaian itu mampu menyerap tenaga kerja dengan potensi serapan tenaga kerja sebanyak 18.579 orang. Berdasarkan data OSS terdapat sebanyak 1.675 pelaku usaha UMK dan 18 pelaku usaha Non UMK yang telah mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Sementara itu pertumbuhan realisasi investasi triwulan III mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dengan pertumbuhan realisasi investasi triwulan II sebanyak Rp507.255.215.837 dengan potensi serapan tenaga kerja sebanyak 5.234 orang.
Disebutkannya, ada 5 sektor usaha yang berkontribusi besar pada capaian realisasi investasi triwulan III. Meliputi sektor industri makanan sebanyak Rp57.994.350.747, perdagangan dan reparasi sebanyak Rp39.647.279.004, industri mineral non logam Rp22.311.416.850, konstruksi Rp20.884.983.461 dan jasa lainnya Rp17.998.018.000.
“Yang paling mendominasi pada triwulan III itu industri makanan, berikutnya sektor perdagangan, kemudian sektor industri mineral non logam dan kontruksi,” ucapnya.
Sedangkan 5 besar kecamatan yang memberikan kontribusi realisasi investasi adalah Kecamatan Rembang sebanyak Rp62.852.824.293, Kecamatan Kaliori sebanyak Rp54.485.100.000, Kecamatan Gunem sebanyak Rp28.261.749.350, Kecamatan Sluke sebanyak Rp20.361.380.153, dan Kecamatan Pamotan sebanyak Rp9.729.645.871.
“Kalau bicara kecamatan, kecamatan yang memberikan kontribusi terbesar masih di Kecamatan Rembang. Kemudian berikutnya kecamatan Kaliori, Gunem, Sluke, dan Pamotan,” sebutnya.
Saat ini, kata dia, situasi perekonomian global mengalami perlambatan yang berimbas kepada pelaku usaha ekspor. Salah satu diantaranya adalah sektor industri sepatu, dan industri pengolahan ikan yang mulai berkurang permintaan dari luar negeri.
“Harusnya di akhir tahun itu ada peningkatan kapasitas produksi, tetapi karena situasi pengaruh dari ekonomi global, mau tidak mau tidak memungkinkan untuk menambah. Tidak hanya di pabrik sepatu saja tapi industri pengolahan ikan yang orientasi ekspor,” jelasnya.
Untuk menghadapi kondisi tersebut, penguatan daerah terhadap pelaku usaha mikro kecil harus terus dilakukan. Mengingat keberadaan pelaku usaha mikro kecil yang keberadaannya sangat besar dan pasarnya mayoritas dalam negeri atau lokal dapat menopang perekonomian daerah agar tidak kena dampak dari potensi resesi perekonomian global.
Pelaku usaha mikro kecil memiliki peran yang sangat besar bahkan dapat memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan dengan pelaku usaha menengah besar.
Diungkapkannya, realisasi usaha mikro kecil pada triwulan III sebesar Rp134.144.787.099, dibandingkan usaha menengah besar yang hanya Rp91.758.726.414.
“Pertumbuhan ekonomi usaha mikro kecil kita itu juga luar biasa. Tidak hanya dari jumlah atau dari nilai investasi, tetapi dari serapan tenaga kerja pelaku usaha mikro ini sebetulnya jauh lebih besar dari serapan tenaga kerja perusahaan menengah besar,” bebernya.
Kendati demikian, lanjut dia, investasi dari perusahaan menengah besar tetap harus wajib diupayakan. Sebab, dari munculnya perusahaan menengah besar tersebut akan memicu tumbuhnya usaha mikro kecil baru di wilayah perusahaan tersebut.
“Tidak hanya pada saat mereka (perusahaan) operasional, tumbuhnya usaha mikro kecil itu sudah dimulai pada saat tahapan konstruksi. Setidaknya industry makan dan minum, industry transportasi, industri perdagangan,” imbuhnya.
Keberadaan perusahaan besar juga memberi multi efek bagi usaha mikro kecil lainnya seperti yang ada di destinasi wisata. Sebab, meningkatnya kesejahteraan masyarakat dengan bekerja di perusahaan besar tentu berimbas juga pada meningkatnya daya beli masyarakat.
“Nah, uang-uang mereka ini kan tidak mungkin disimpan ditaruh dibawah kasur. Pasti mereka belanjakan, salah satunya setelah capek kerja butuh refreshing mereka ke tempat wisata. Disana pasti juga akan tumbuh perekonomian pada sektor yang lain. Makan minum, persewaan atau jasa, jadi ini ada multi efek yang luar biasa,” pungkasnya. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)