BLORA, Lingkarjateng.id – Mangkraknya aset desa di Desa Jepangrejo, Kecamatan/Kabupaten Blora menjadi perhatian tersendiri dari Bupati Blora, Arief Rohman. Bahkan, mangkraknya aset desa itu membuat adanya vandalisme.
Bupati Arief menyayangkan pihak desa yang tidak mengelola aset desa dengan baik. Padahal aset desa itu berada di pinggir jalan dan merupakan salah satu akses menuju warung kopi santen yang menjadi kuliner khas Blora.
Untuk mengaktifkan kembali aset desa tersebut, Bupati Arief mengajak para wartawan untuk melakukan kegiatan tanam pohon dan menebar benih ikan di aset Desa Jepangrejo.
“Ini sudah beberapa kali program bagus acara tanam menanam, sebagai bentuk investasi kita untuk anak cucu kita. Khususnya dipilih Jepangrejo karena banyak potensi di sini,” ucapnya pada Rabu, 15 Februari 2023.
Dalam kegiatan bertema Wartawan Menanam itu, Bupati Arief sempat menyentil Kepala Desa Jepangrejo karena membiarkan aset desa mangkrak
“Pak Lurah, tolong ini sudah dibangun jalannya, terus itu (ruko) diaktifkan, dikelola, dikasih apalah untuk suvenir atau apa, anak-anak muda ditantang, ya,” tegasnya.
Ia berharapa melalui Kegiatan yang diselenggarakan dalam rangkaian Hari Pers Nasional 2023 ini, dapat memicu pihak desa untuk mereaktivasi aset desa tersebut.
Selain itu, politikus PKB tersebut juga menantang anak muda setempat untuk segera meramaikan aset desa yang dimaksud itu.
“Sudah saya sampaikan ke Pak Lurah, ayo Mas Aria mau dibikin pusat destinasi apa, karena orang mau ke sini untuk ngopi dan sebagainya pasti melewati sini,” jelasnya.
Tak hanya itu, Bupati Arief juga menyinggung soal pengaktifan embung desa agar bisa menjadi daya tarik destinasi wisata.
“Termasuk sini (embung desa) jangan tebar benih sesaat saja Bu Wakil (Bupati), adain event mancing, bibitnya nanti tolong ya, ada lomba mancing di sini, jadi destinasi untuk wisata, karena tempatnya dari kota cukup dekat, termasuk ditanami pohon-pohon ini nantinya biar juga untuk melestarikan lingkungan kita,” bebernya.
Diketahui, sejumlah aset desa yang mangkrak tersebut berada di dalam satu kompleks. Padahal, aset desa yang terdiri dari sejumlah ruko bangunan, embung, hingga makam religi dapat dijadikan sebagai wisata yang berpotensi menghasilkan pendapatan asli desa. (Lingkar Network | Lingkarjateng.id)