BLORA, Lingkarjateng.id – Kabupaten Blora pada musim kemarau basah ini mengalami lonjakan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, hingga April tercatat kasus ini mencapai 90 orang. Meski demikian, jumlah ini masih rendah jika dibanding pada Desember 2024 yang mencapai 267 kasus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blora, Prih Hartanto mengatakan pihaknya masih terus melakukan sosialisasi Gerakan Satu Rumah Satu Jumatik (GIRIJ) di setiap kecamatan.
“Kemarin kita juga melakukan sosialisasi pendopo Kecamatan Randublatung yang diikuti perangkat dan kepala desa disana,” ujarnya, Rabu, 11 Juni 2025.
Hartanto mengakui, jika hingga April 2025 jumlah kasus DBD capai 90 kakus. Atas dasar itu pihaknya, mengajak masyarakat untuk mengantisipasi kasus DBD dengan melakukan pemantauan jentik nyamuk di masing-masing lingkungan rumah.
“Sosialisasi GIRIJ ini sudah kita lakukan hampir di semua kecamatan di Kabupaten Blora. Sudah 10 kecamatan kita promosikan kegiatan ini agar masyarakat ikut berperan aktif dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Segera kita selesaikan di semua kecamatan,” terang Hartanto.
Menurutnya, kasus DBD di Kabupaten Blora selalu tinggi, sehingga pihaknya menggencarkan sosialisasi GIRIJ ini yang dinilai lebih efektif dalam pemberantasan nyamuk. Selain itu juga, untuk mengantisipasi kasus DBD yang selalu tinggi di musim penghujan yang diperkirakan akan terjadi pada bulan September mendatang.
Hartanto juga menyampaikan bahwa masyarakat selama ini beranggapan untuk memberantas nyamuk demam berdarah bisa dilakukan melalui fogging (pengasapan). Padahal, lanjutnya, pemberantasan nyamuk dengan cara fogging yang berbahan insektisida itu memiliki dampak negatif bagi kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan.
“Gerakan ini diharapkan semua warga ikut berperan memantau jentik dengan harapan pemberantasan jentik demam berdarah ini lebih mudah dilakukan apabila nyamuk Aedes Aegypti masih dalam kondisi jentik. Kalau sudah jadi nyamuk, susah (pemberantasannya),” tandas Hartanto.
Ia berharap, melalui gerakan ini masyarakat mulai tingkat bawah dapat berperan aktif, sehingga semua daerah bisa bebas dari jentik nyamuk.
“Kita harapkan masing-masing satu rumah tangga ada yang menjadi Jumantik (juru pemantik), yang nantinya melaporkan hasilnya berjenjang dari paling bawah ke atas yang dikoordinasikan dengan puskesmas hingga sampai ke kami (Dinkes),” ujarnya.
Jika suatu wilayah sudah dinyatakan lebih dari 95 persen bebas dari jentik namun masih terdapat kasus DBD, maka pihaknya akan melakukan fogging.
“Sebelum kita melakukan fogging, peran serta angka bebas jentik suatu wilayah harus lebih besar dari 95 persen, itu menjadi dasar kita melakukan eksekusi terakhir, yakni fogging untuk penanganan DB,” tegasnya.
Dia merinci, jumlah kasus DBD di Kabupaten Blora saat ini sudah mencapai 90 orang.
“Sampai bulan April 2025 kemarin ada 90 kasus. Khusus di kecamatan Randublatung terdapat 5 kasus dan Alhamdulillah tidak ada data kematian dari penyakit (DBD) ini,” pungkasnya.
Jurnalis: Hanafi
Editor: Sekar S

































