SEMARANG, Lingkarjateng.id – Desakan buruh agar Upah Minimum Kota (UMK) Semarang 2026 naik hingga Rp4,1 juta disambut Wali Kota (Walkot) Semarang, Agustina Wilujeng, dengan komitmen untuk memperjuangkannya dalam pembahasan upah tahun depan.
Hal itu disampaikan Agustina usai menemui perwakilan Aliansi Buruh Jawa Tengah Presidium Kota Semarang yang menggelar aksi di depan Balai Kota Semarang, Senin, 24 November 2025.
Agustina menegaskan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang tidak bisa bergerak sendiri dalam mendorong penetapan upah dan membutuhkan dukungan jaringan serikat buruh agar proses advokasi di tingkat pusat semakin kuat.
“Kami berkomitmen memperjuangkan kenaikan UMR dan UMSK, dan berharap apa yang diminta teman-teman buruh dapat masuk dalam pembahasan di pusat. Kalau hanya lewat pemerintah kota saja kurang greget. Harus semua lini bergerak, semua jaringan dikomunikasikan,” ujarnya.
Terkait usulan buruh yang meminta UMK dinaikkan menjadi sekitar Rp4,1 juta, Agustina menekankan bahwa besaran final tetap menunggu rumusan pemerintah pusat dan Dewan Pengupahan.
“Soal rupiah kita harus lihat dulu hasil pembahasan pusat seperti apa. Kalau kita mematok tapi ternyata angkanya terlalu kecil, kan lucu juga. Apalagi pertumbuhan ekonomi kita itu sudah digit,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kepastian regulasi bagi pelaku usaha, terutama agar proses penyesuaian upah tidak mengganggu perencanaan keuangan perusahaan.
“Investor itu butuh kepastian. Keputusan jangan mepet, karena mereka juga harus mendapat persetujuan anggaran dari kantor pusat. Semoga pembahasannya bisa segera selesai sehingga pengusaha punya waktu menyesuaikan,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator Aksi ABJAT, Sumartono, menyebut pertemuan dengan wali kota berlangsung kondusif dan memberikan sinyal dukungan terhadap tuntutan buruh.
“Secara garis besar kita mendapat dukungan, akan tetapi kami akan tetap mengawal sampai tuntas, agar kesejahteraan bagi buruh tercapai,” ujarnya.
Dalam aksi tersebut, buruh membawa empat tuntutan utama terkait penetapan upah 2026.
Pertama, buruh meminta pelaksanaan Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 sebagai dasar penetapan upah minimum.
Kedua, penolakan RPP Pengupahan yang dinilai melemahkan perlindungan upah.
Ketiga, kenaikan UMK Semarang sebesar 19 persen sebagai koreksi inflasi dan biaya hidup.
Keempat, kenaikan UMSK minimal 7 persen serta penambahan sektor baru sesuai struktur industri.
Sumartono menyebut kebutuhan hidup layak (KHL) di Kota Semarang telah mencapai Rp3,8 juta, sementara UMK 2025 masih berada di angka Rp3,4 juta.
Menurutnya, selisih sekitar 20 persen itu membuat kenaikan upah menjadi kebutuhan mendesak bagi pekerja.
“Aksi ini adalah upaya untuk memperjuangkan kesejahteraan pekerja sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi kota yang lebih adil dan berkelanjutan,” katanya.
Jurnalis: Syahril Muadz
Editor: Rosyid































