SEMARANG, Lingkarjateng.id – Baru-baru ini beredar berita di berbagai media bahwa terdapat beberapa pabrik tekstil terbesar di Jawa Tengah tutup per awal Juni 2024. Salah satunya adalah PT Sai Apparel yang berada di Jl. Brigjen Sudiarto Bandungrejo, Kecamatan Mranggen, Kota Semarang, yang mana sebanyak 8000 pekerja dikabarkan terkena Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK).
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris DPW Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jawa Tengah, Heru Budi Utoyo, mengklarifikasi dan meluruskan bahwa berita tersebut tidak benar. Ia mengatakan di PT Sai Apparel sendiri sebenarnya belum tutup.
“Data 8000 pekerja di PHK itu sebenarnya data dari tahun 2022 sampai akhir 2023. Nah dari 8000 itu sebagian dari pekerja itu berpindah ke Grobogan dan masih kerja sehingga PHK-nya itu jumlahnya sebenarnya 1482 orang di akhir tahun 2023 dan haknya sudah di penuhi semuanya,” ujarnya pada Rabu, 19 Juni 2024.
Sehingga, kata dia, PT Sai Apparel baik yang di Kota Semarang ataupun Grobogan masih beroperasi. Di Semarang sendiri masih terdapat pekerja sekitar 2000 orang dan di Grobogan terdapat 5000 orang.
Saat ditanya apakah kendala krisis ekonomi sekarang ini berpengaruh terhadap PT Sai Apparel, dirinya menyebut hingga kini tidak terlalu berpengaruh selama di perusahaan tersebut masih menerima orderan (permintaan) dari beberapa merek tertentu.
“Sementara kaitannya dengan advokasi yang dilakukan oleh KSPN, itu sebenarnya kaitannya dengan pemerintah supaya bisa melindungi pengusaha dan pekerja di sektor tekstil dan garmen yang sekarang ini masih mengalami permasalahan baik itu bisnis global maupun persaingan bisnis yang di lokal. Jadi supaya nanti ada perlindungan hukumnya dengan bagaimana pengusaha tekstil dan garmen di Indonesia itu mampu mempertahankan usahanya dan supaya pekerja itu tidak ter-PHK,” ungkapnya.
Ia mengimbau kepada para pekerja ataupun akar ruput dengan adanya berita semacam itu terutama yang masih bekerja di tekstil dan garmen agar tetap menjalankan pekerjaan sebagai mestinya.
“Sementara untuk yang masih bermasalah, tentunya masih butuh pengawalan dan advokasi baik dari serikat pekerja ataupun peran pemerintah dalam rangka untuk bisa menyelesaikan perselisihan yang timbul dari permasalahan ini,” imbuhnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)