SEMARANG, Lingkarjateng.id – Tiga mantan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia mengirimkan surat Keberatan Administrasi kepada Presiden Joko Widodo. Pasalnya, pemerintah dinilai telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
Hal itu disampaikan kuasa hukum tiga ABK yang pernah bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing, Viktor Santoso Tandiasa melalui keterangan tertulis, Kamis (7/4). Dia mengatakan, surat tersebut berisi desakan agar segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan.
“Sudah hampir tiga tahun pemerintah berdiam diri atas carut marut tata kelola perekrutan dan pengiriman ABK ke kapal asing. Pemerintah semestinya merampungkan dan mengesahkan PP Perlindungan ABK dua tahun sejak UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia disahkan,” kata Viktor, sapaan akrabnya.
Warga Kampung Nelayan Kendal Bentangkan Spanduk untuk Jokowi, Apa Isinya?
Lambannya sikap pemerintah dan kekosongan regulasi ini, jelas Viktor, menyebabkan nasib ABK berada di bawah ancaman eksploitasi. Dalam surat kepada Presiden, juga tertuang beragam kekerasan yang dialami ketiga mantan ABK selama bekerja di kapal asing.
Lebih lanjut, tak hanya kekerasan verbal dan fisik, mereka juga hidup tidak layak, bekerja belasan jam dalam sehari, terisolasi dan tidak menerima upah. Bahkan, dalam proses perekrutan dan penempatan para ABK tersebut kuat diduga telah memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sebagai informasi, sepanjang 2021, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) juga mencatat 188 kasus baru perbudakan ABK Indonesia di kapal asing. Penambahan 188 kasus tersebut merupakan jumlah tertinggi yang SBMI terima dalam satu tahun, sejak mulai menangani kasus ABK di tahun 2013.
Hendrar Prihadi Sebut Kebijakan Boleh Mudik Jadi Kado Terindah dari Jokowi
“Ini membuat total kasus perbudakan ABK yang ditangani oleh SBMI menjadi 634 kasus. Para mantan ABK mendesak pemerintah segera bertindak sebelum ada lebih banyak ABK yang jatuh menjadi korban eksploitasi dalam rantai industri perikanan global ini,” tutup dia. (Lingkar Network | Adhik Kurniawan – Koran Lingkar)