PATI, Lingkarjateng.id – Kepala Bidang Perumahan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kabupaten Pati, Suhartono mengungkapkan, di wilayah Bumi Mina Tani masih terdapat 21.000 masyarakat berpenghasilan rendah yang masih memiliki Rumah Tidak layak Huni (RTLH). Hal itu menjadi pekerjaan rumah yang tak berkesudahan, baik bagi pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten.
“Tugas daripada pemerintah baik pusat, provinsi, terutama Kabupaten Pati adalah memfasilitasi supaya para pemilik rumah tidak layak huni sejumlah 21.000 tersebut dapat difasilitasi, dipugar, direhab, dibantu supaya menjadi rumah layak huni. Tentu ada syarat dan kriteria dan hal itu normatif,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, belum lama ini.
BAZNAS Pati Target Perbaikan 225 Rumah Tak Layak Huni
Ia menjelaskan, bahwa pemerintah pusat hanya mampu memperbaiki sekitar 2.000-an RTLH dalam bentuk Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Sementara, dari Pemerintah Provinsi juga ada program sekitar 500-an unit rumah melalui program Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi.
“Kemudian dana APBD kabupaten juga ada dalam bentuk program kegiatan yang selama ini secara teknokratik kita kawal dan itu relatif jumlahnya,” imbuhnya.
Sementara pada tahun ini, katanya, Pemkab Pati akan mendanai perbaikan sekira 30 unit rumah. Itu pun yang dibantu adalah rumah-rumah yang bersinergi dengan program-program OPD yang lain. Misalnya, terkait dengan program TMMD akan membantu perbaikan 12 unit rumah, program PKK membantu 5 unit rumah, program pemberdayaan masyarakat perspektif gender membantu 8 rumah, dan program bulan bakti gotong royong masyarakat akan memberikan bantuan sejumlah 5 unit rumah.
37.000 Rumah di Kendal Tidak Layak Huni
Lebih lanjut, terkait besaran dana bantuan yang diberikan kepada keluarga penerima manfaat RTLH Pati, ia menyebutkan bervariasi. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PUPR memberikan bantuan dalam bentuk bantuan sosial sebesar Rp17,5 juta per unit rumah. Kemudian, pihak provinsi hanya memberikan bantuan Rp10 juta untuk per unit rumah. Lalu, pemerintah kabupaten memberikan bantuan sejumlah Rp15 juta per unit rumah.
“Besar bantuan bervariasi dan itu perbedaan sistem juga perbedaan program dari masing-masing pemberi manfaat. Hal itu menimbulkan kendala di penerima manfaat. Kadang di satu desa ada 10 penerima dengan program yang berbeda. Sehingga mereka saling konfirmasi, lho saya kok hanya Rp10 juta, saya dapat Rp17,5 juta, saya dapat Rp15 juta. Nah, ini yang perlu kita komunikasikan dengan pihak pusat supaya menjadi sama terkait bantuan,” pungkasnya. (Lingkar Network | Ika Tamara – Koran Lingkar)