KENDAL, Lingkarjateng.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabuapten Kendal saat ini masih mengusut dugaan pelanggaran netralitas empat kepala desa (kades) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Meski demikian, Bawaslu Kendal masih belum menjabarkan secara detail sosok empat kades yang diduga melakukan pelanggaran netralitas dengan melakukan dukungan kepada salah satu paslon di Pilkada Kendal.
“Hari ini kami masih on proses untuk kami mintai keterangan,” kata Ketua Bawaslu Kendal, Hevy Indah Oktaria, saat dikonfirmasi pada Senin, 7 Oktober 2024.
Hevy menerangkan bahwa dari empat kades yang dilaporkan, salah satunya telah teregister karena terindikasi melakukan pelanggaran netralitas berupa dukungan ke salah satu paslon.
“Yang sudah teregister ada satu, kalau tiga kades yang lain masih dalam penelusuran,” jelasnya.
Hevy mengatakan bahwa perbuatan kades tersebut bisa terjerat UU Nomor 1 Tahun 2015 terakhir diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2020 pasal 188 terkait pelanggaran netralitas dengan ancaman pidana paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan.
“Atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta rupiah. Atau sanksi perundang-undangan lainnya,” ucapnya.
Salah satu kades di Kecamatan Weleri inisial J yang diduga melanggar netralitas mengaku telah mendapat surat pemanggilan dari Bawaslu Kendal untuk dimintai klarifikasi.
“Saya sudah dikasih surat panggilan dari Bawaslu pagi tadi. Tapi saya dalam waktu dekat ini belum bisa datang memenuhi panggilan karena masih banyak yang harus diselesaikan,” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Ia mengaku bahwa apa yang dilakukan bersama salah satu paslon Pilkada Kendal saat berdiri di panggung acara tidak menyalahi aturan. Menurutnya, hal itu hanyalah bentuk penghormatan untuk menghadiri sebuah acara.
“Sebetulnya itu, kan, bukan pelanggaran ya. Beliau diundang dalam pengajian, cuma minta didoakan agar hajatnya terkabul,” terangnya.
Selain itu, ia juga membantah adanya konsolidasi dukungan untuk memenangkan paslon tersebut.
“Saya tidak mengarahkan warga untuk memilih beliau. Beliau hanya minta doa saja, tidak ada arahan dukungan,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Kepala Desa Bahurekso Kendal, Suyoto, mengaku bingung dengan kriteria pelanggaran netralitas yang bisa dilaporkan ke Bawaslu.
“Misalnya kita diundang sarasehan untuk menyampaikan gagasan, kita juga bingung. Kalau tidak berangkat nanti dikira anti sama yang ngundang. Lah itu, kan, kita bingungnya di situ,” tuturnya.
Suyoto menegaskan bahwa dirinya sebenarnya memahami aturan menjaga netralitas sebagai kepala desa dalam perhelatan Pilkada.
“Kalau saya ya memahami aturan itu. Tapi kan misal diajak foto bareng kita kan spontan, kalau kita enggak maju dikira enggak setuju, ini kan tambah bingung lagi,” tandasnya. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkarjateng.id)