JEPARA, Lingkarjateng.id – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara Pratikno meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Jepara lebih menggencarkan sosialisasi tentang bahaya pernikahan dini.
“Pemerintah desa juga harus ikut andil dalam mengatasi masalah ini, tidak hanya mengandalkan dinas saja,” ujar Pratikno saat dihubungi di Jepara, pada Kamis, 30 November 2023.
Selain peran pemerintah, menurut Pratikno, peran orang tua juga tidak kalah penting untuk menekan pernikahan dini. Hal ini karena pencegahan pernikahan dini menjadi tanggung jawab bersama.
“Yang paling utama adalah tugas dari orang tua, karena pemerintah tidak bisa mengawasi anak-anak setiap hari. Maka dari itu, ini tanggung jawab bersama. Pencegahannya harus dilakukan secara masif,” ucapnya.
Dari data yang dihimpun Pengadilan Agama (PA) Jepara, sebanyak 50 persen kasus pernikahan dini di Jepara diakibatkan faktor hamil di luar nikah. Oleh karena itu, Pratikno meminta kewaspadaan para orang tua terhadap anak-anaknya lebih ditingkatkan.
“Faktor handphone (HP) dan media sosial juga berpengaruh, dengan HP ini orang bisa dewasa sebelum waktunya. Yang namanya anak-anak remaja kalau sering melihat hal-hal pornografi lama kelamaan akan terpengaruh. Ini menjadi perhatian semua pihak dan nanti akan kami sampaikan ketika ada rapat dengan dinas di DPRD,” tuturnya.
Ia menilai, tingginya kasus pernikahan di Kabupaten Jepara menandakan bahwa Pemkab Jepara belum berhasil dalam mengatasi masalah tersebut.
“Hal ini (temuan kasus pernikahan dini masih tinggi) memang menjadi tanggung jawab bersama, akan tetapi paling tidak menjadi catatan atau kewajiban bagi pemerintah untuk mengatasi hal ini. Tidak berhasilnya pemerintah mengatasi pernikahan dini ini, menurut kami menjadi catatan buruk bagi pemerintah Jepara,” tegasnya.
Lebih lanjut, Pratikno mengutip peraturan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai aturan terbaru tentang pernikahan yang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 tentang batas usia minimal bagi wanita untuk menikah, dari 16 tahun menjadi 19 tahun, sama dengan batas usia minimal bagi pria untuk menikah.
Terkait regulasi tersebut, Pratikno mengaku sangat setuju jika batas usia minimal menikah diturunkan menjadi 17 tahun.
“Karena ini keputusan pusat, tapi kalau dari saya pribadi setuju diturunkan menjadi 17 tahun. Ini simalakama memang, menikah harusnya ketika sudah dewasa tapi kalau ada keadaan darurat jika tidak diberi prioritas ‘kan kasian juga. Ini menjadi problem prioritas yang harus segera diatasi pemerintah,” imbuhnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Koran Lingkar)