SEMARANG, Lingkarjateng.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Profinsi Jawa Tengah (Jateng) mengimbau masyarakat untuk tidak membuang bangkai tikus sembarangan karena rentan menularkan leptospirosis. Apalagi, saat ini masih musim hujan yang mengakibatkan banyak genangan sehingga meningkatkan potensi penularan penyakit tersebut.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Irma Makiah, menyebutkan awal 2025 tercatat 61 kasus yang disebabkan bakteri leptospira, dengan penyebaran salah satunya melalui kencing tikus.
“Penularan bisa terjadi jika kulit yang terluka bersentuhan dengan urin hewan pembawa bakteri, terkena genangan air atau tanah yang terkontaminasi, hingga mengonsumsi makanan atau minuman yang sudah terpapar urin tikus,” jelasnya di Semarang pada Kamis, 13 Februari 2025.
Gejala leptospirosis meliputi demam, nyeri otot terutama di betis, mata merah, hingga gejala kuning pada tubuh. Jika tidak segera ditangani, infeksi ini bisa menyebabkan gagal ginjal hingga kematian. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala tersebut.
Irma menjelaskan bahwa leptospirosis lebih rentan terjadi di daerah dengan populasi tikus tinggi, seperti kawasan padat penduduk, persawahan, lingkungan nelayan, dan daerah dengan sistem pembuangan sampah yang buruk. Wilayah yang sering mengalami banjir dan rob juga berisiko tinggi terhadap penyebaran penyakit tersebut.
Sebagai langkah pencegahan, pekerja yang sering beraktivitas di area berisiko seperti sawah atau daerah banjir disarankan menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu bot. Luka kecil, termasuk telapak kaki yang pecah-pecah, bisa menjadi pintu masuk bakteri ke dalam tubuh. Selain itu, eliminasi tikus harus dilakukan dengan cara yang benar.
“Jangan menggunakan jebakan yang berisiko menyebarkan cairan atau darah tikus yang mungkin terinfeksi. Tikus sebaiknya dimatikan dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari, menyiram dengan air panas, atau merendamnya dalam wadah berisi desinfektan,” kata Irma.
Berdasarkan data Dinkes Jateng, kasus leptospirosis di awal 2025 tersebar di beberapa daerah, seperti Banyumas, Magelang, Purworejo, Cilacap, Karanganyar, Demak, Klaten, Kebumen, Wonosobo, Sukoharjo, serta wilayah di Pantai Utara Jawa.
Pada 2024, tercatat ada 545 kasus leptospirosis dengan 66 di antaranya berujung kematian. Mayoritas kematian terjadi pada pasien dengan penyakit penyerta (komorbid) atau yang terlambat mendapatkan penanganan medis.
Dinkes Jateng mengingatkan masyarakat untuk segera mengakses layanan kesehatan jika mengalami gejala leptospirosis.
“Penyakit ini bisa sembuh dengan pemberian antibiotik. Jika ada gejala, segera ke puskesmas atau klinik, atau hubungi kader kesehatan di desa masing-masing,” tutup Irma. (Lingkar Network | Anta/Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)