REMBANG, Lingkarjateng.id – Desa Woro Kecamatan Kragan memang terkenal dengan buah duku. Masyarakat setempat menyebutnya duku woro. Dibalik nikmatnya duku woro ternyata menyimpan tradisi unik yang belum diketahui oleh banyak orang.
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Woro, Supriyadi menyampaikan dalam proses pemetikan atau panen buah duku, terdapat tradisi Drupoh. Dimana masyarakat setempat boleh mengambil buah duku yang jatuh ke tanah sebanyak-banyaknya tanpa perlu khawatir dimarahi pemilik pohon.
Supriyadi menjelaskan, tradisi Drupoh memang tidak memiliki aturan secara tertulis. Namun tradisi tersebut merupakan tradisi sejak dahulu kala, sehingga tidak akan ada yang berani menegur karena itu merupakan aturan turun temurun.
Desa Budaya di Jawa Tengah Bangkit Lebih Adaptif
“Waktu ada pemetikan duku atau panen duku itu duku yang jatuh sudah jadi haknya orang Drupoh. Itu aturan tidak tertulis tapi si pemilik duku pun tidak berani menegur. Karena itu sudah aturan dari dulu,” kata dia.
Lebih lanjut dia menerangkan, ketika musim duku tiba, anak-anak warga Desa Woro memanfaatkan momen tersebut untuk menambah uang saku mereka dengan menjual buah duku yang diperoleh. Terkadang pemilik pohon juga memberi buah duku secara cuma-cuma ketika anak-anak hanya mendapat sedikit buah duku yang jatuh.
“Kalau ada musim duku, kalau untuk warga woro sendiri itu merupakan sebuah momen yang ditunggu-tunggu. Misal kalau anak-anak kalau liburan itu sering kalau ada orang petik duku itu pasti ke sana,” ujarnya.
Desa Wisata Sumberbulu-Karanganyar Rancang Suvenir dari Batik Tulis
Dirinya menambahkan, tradisi Drupoh sampai saat ini masih digunakan apalagi saat datangnya masa panen buah duku. Menurutnya, Drupoh merupakan kearifan lokal yang jarang ditemui dan harus terus dijaga.
“Tradisi ini adalah sebuah kearifan lokal yang tidak ada di tempat lain,” pungkasnya. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)