KUDUS, Lingkarjateng.id – Nilai pesangon jauh berkurang, Dewan Pimpinan Cabang Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPC KSPSI) Kabupaten Kudus wadul ke Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Kudus (DPRD Kudus), Selasa (29/3).
Ketua DPC KSPSI Kabupaten Kudus Andreas Hua menyampaikan, pihaknya memohon dukungan DPRD Kabupaten Kudus agar pemerintah dan DPR RI melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi. Ia juga menjelaskan nilai pesangon jauh berkurang, dari yang semula 32,3 kali gaji menjadi 25,75 kali gaji.
Dalam tuntutannya, ia juga meminta agar proses pemutusan hubungan kerja dalam UU Cipta Kerja dipermudah, berdasarkan kondisi perusahaan.
“Tidak adanya kepastian kerja bagi pekerja PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dengan waktu kontrak lebih lama ini pun berdampak kepada para pekerja karena tidak bisa berpindah ke pekerjaan yang lebih baik karena harus membayar kompensasi,” keluh Andreas ke Ketua DPRD Kudus, Masan.
DPRD Kudus Bantu Selesaikan Legalitas Tanah Warga Eksoden Aceh
Dengan menurunnya peran serikat pekerja atau serikat buruh, dan juga menurunnya fungsi serikat pekerja atau serikat buruh untuk menguatkan posisi tawar pekerja di hadapan pengusaha, maka pihaknya meminta dukungan DPRD Kudus, agar bisa menyampaikan aspirasi kepada Pemerintah Pusat.
Dalam audiensi tersebut, KSPSI Kabupaten Kudus mewakili 81.790 pekerja di Kabupaten Kudus menyampaikan aspirasi agar iklim kerja yang kondusif terus terjaga, dan kondisi hubungan industrial di Kabupaten Kudus tetap harmonis.
Penyampaian aspirasi tersebut dilakukan sebagai pernyataan sikap dalam menghadapi dinamika ketenagakerjaan pasca putusan Mahkamah Konstitusi atas UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yakni institusional bersyarat.
Ia juga memohon dukungan agar kluster ketenagakerjaan dicabut dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Dalam UU Cipta Kerja sendiri, kluster tenaga kerja ditempatkan sebagai bagian dari undang-undang dalam rangka kemudahan berinvestasi yang merupakan paham kapitalisme. Menganggap tenaga kerja hanya sebagai salah satu komponen produksi. Ini sangat bertentangan dengan asas dan dasar negara Pancasila,” ungkapnya.
DPRD Kudus Kenalkan Santri Bahaya Radikalisme
Pihaknya menilai dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 lebih buruk dari UU Nomor 13 Tahun 2003. Sebab, penetapan upah minimum didasarkan atas kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan yang basis datanya kurang valid.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kudus Masan menyampaikan jika hal tersebut bukan kewenangannya. Untuk itu, pihaknya akan mendukung dan membantu DPS KSPSI Kudus untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada Pemerintah Pusat.
“Keluhan ini karena berbicara UU Cipta Kerja, ya tentunya bukan menjadi kewenangan kami. Kami akan segera menyampaikan aspirasi masyarakat Kudus kepada Pemerintah Pusat. Ini sebagai bentuk membantu merealisasikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat Kudus,” ucapnya. (Lingkar Network | Alifia Elsa Maulida – Lingkarjateng.id)